8. Delapan

94.3K 15.8K 1.2K
                                    

Happy reading ❤️

Pagi-pagi sekali Rival sudah nongkrong di atas Ducati barunya berwarna merah. Tebar pesona setiap kali ada siswa siswi yang lewat. Apalagi parkiran akan selalu ramai jika pagi. Rekor mencatat, baru kali ini cowok itu hadir pagi-pagi. Tujuannya apa? Ya pamerlah.

Lego dan Gilang datang menggunakan motor ninja. Kedua cowok itu tercengang melihat Rival membawa Ducati keluaran terbaru yang harganya ratusan juta.

"Wah anjerr! Lo udah sugih sekarang, Val?!" heboh Gilang sambil melihat-lihat Ducati yang masih kinclong itu.

"Motor butut lo mana woi?!" Lego ikut heboh. First-time Rival menggemparkan.

Rival menyugar rambutnya songong. "Udah dari dulu gue bilang apa, gue dari zigot aja udah kaya raya. Lo pada dibilangin nggak percaya dah."

"Alah, lo rental ya ini? Kalo nggak begal?" duga Gilang tanpa rasa bersalah. Sepertinya tidak mungkin Rival membeli ini. Secara, tampilan anak itu macam gembel.

"Sekate-kate lo kalo ngomong!"

"Lagian tampilan lo macem gembel masa beli Ducati." Gilang memang kurang akhlak. Hinaan Gilang diangguki oleh Lego.

"Bau kemiskinan lo aja masih kecium nih."

Rival kesal. Dari dulu ia sudah mengatakan lantang, bahwa ia anak Sultan a.k.a orang kaya. Tapi duo cowok itu tak mempercayainya, yang ada membullynya setiap hari.

Rival ini tipe anak orang kaya yang hemat, karena itulah kegantengan yang paripurna ia gunakan untuk mengadali cewek-cewek.

"Lo berdua denger baek-baek ya, jangan ngomong macem-macem kalo nggak tuh mulut gue beli."

"Wah ... halu ni orang!" caci Lego cengengesan.

"Jangan diganggu, Go. Lagi ngayal si Rival."

Gilang dan Lego kompak cekikikan.

Rival lalu mengambil dompetnya yang tebal lalu memamerkannya kepada mereka. Hampir tidak ada uang cash, semua kartu bermacam-macam.

"Lo liat dah. Kartu debit gue udah kaya pelangi warnanya saking terlalu banyak."

"Impresif." Lego masih tak percaya. "Alah lo nyetak di tukang fotocopy kali."

Rival geram. Segala pembuktiannya dibilang palsu. "Anjengg sekaleee!"

"Jangan sampe gue tabok pake blackcard ye mulut lo berdua."

"Hilih, ngayal jangan tinggi-tinggi, Val." Lego masih tetep keukeh menghina Rival.

Baru saja akan menjawab, pertanyaan Gilang mencegahnya.

"Cahya mana? Tumben lo nggak berangkat bareng?"

"Sengaja nggak gue jemput. Mau tebar pesona pake Ducati."

Gilang dan Lego kompak menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Terlalu ingin membuat pesonanya bertambah Rival sampai menelantarkan Cahya.

"Lo tau nggak, Val. Lo itu nggak berprikepacaran!" ceramah Gilang.

Suara deruman motor terdengar. Genta, lelaki itu datang lalu memarkirkan motor ninjanya di samping Ducati Rival. Cowok tampan itu membuka helmnya lalu menatap Ducati warna merah yang tampak masih kinclong dengan tatapan aneh.

"Dia maling?" tanya Genta kepada Gilang dan Lego.

Gelak tawa kembali terdengar. Rival menghela napasnya lelah. Kenapa tidak ada yang percaya bahwa dirinya kaya? Apa mukanya segembel itu?

"Lo denger, Genta aja nggak percaya," kata Gilang.

"Lah, bukan maling? Rental?" Genta kembali bertanya hingga tawa langsung terdengar riuh.

"Astaga ... di kehidupan sebelumnya gue punya dosa apa dah sampe gini amat."

Lego menyentuh body Ducati itu langsung ditepis oleh Rival. "Jangan sentuh! Tanganmu penuh dosa plus penuh noda, Ducati ini terlalu suci serta mewah."

"Gue tadi ketemu Cahya," beritahu Genta sambil membenarkan rambutnya.

"Nggak peduli." Rival masih menikmati betapa mulusnya Ducati miliknya.

"Dia boncengan sama co---"

"DIMANA?" Rival langsung ngegas.

Genta mengode Rival untuk melihat gerbang. Rival paham langsung menoleh. Matanya melotot melihat Cahya diantar laki-laki membawa motor ninja warna hitam. Apalagi, cowok itu terlihat ganteng dan kekar.

Rival langsung lari menghampiri Cahya. Cowok yang mengantar sudah pergi.

"Heh?!"

"Apa hehh?!" Kedua tangan Cahya bertolak pinggang. Dari tadi ia ingin mengumpati pacarnya ini.

"Siapa yang nganter lo?"

Cahya mengibaskan rambutnya agar terlihat keren.

"Selingkuhan gue lah!"

"Yang bener jawabnya kalo nggak pengen dibanting!"

"Abang gue."

Rival terdiam. Sepertinya bukan. Abang Cahya tidak punya motor seperti itu.

"Kalo lo boong gue benci lo. Kalo lo ngaku itu siapa gue maafin lo."

Cahya memutar bola matanya malas. Salah siapa tidak menjemputnya.

"Kenzo."

Kenzo. Selain Kevin masih ada Kenzo---sahabat Cahya dari kecil. Rival ber-oh ria. Mendadak suasana menjadi panas padahal masih pagi.

"Lo ke mana nggak jemput gue?"

"Gue bukan tukang ojek lo, ya, Cay!"

Cahya mendengkus. "Seenggaknya bilang biar gue nggak nungguin kaya orang bego!"

Emosinya sudah diujung. Rival benar-benar tega kepadanya.

"Dia nggak jemput lo karena pake Ducati baru, Cay!!" teriak Lego mengompori dari parkiran.

"Dia mau tebar pesona sama cewek-cewek karena pake Ducati baru, Cay!!" kompor Gilang juga.

Cahya melirik sinis Rival. "Oh jadi gitu. Dapet duit dari mana lo bisa beli Ducati? Ngepet? Maling? Atau pesugihan tuyul?"

Rival mengelus dadanya berusaha untuk sabar. "Saoloh dari tadi gue terzolimi mulu."

"Atau mungkin ... open BO?"

"ASTAGA MULUT LO HINA BANGET CAY!"

Dugaan ini sudah melewati batas wajar. Ganteng-ganteng gini disangka open BO.

Cahya menepuk-nepuk punggung Rival. "Ngaku aja lah, Val. Kalo lo open BO sama tante-tante. Duitnya bagi dua okey?"

"ASTAGFIRULLAH SI SILAU!" Rival histeris. Ia akan memanggil Cahya dengan sebutan SILAU jika sudah gregetan. "Ngga habis thinking gue sama pikiran lo."

"Asal lo tau ye, dari zaman gue jadi zigot aja udah kaya raya tujuh turunan, empat belokan, delapan tikungan, enam tanjakan!" Rival menyombong direspon Cahya dengan tatapan aneh.

"Jangan ngayal Rival! Tampang lo terlalu gembel buat haluin kaya gitu!"

Rival tersenyum tabah. "Nggak pa-pa sumpah demi Alex nggak pa-pa."

Cahya mengelus rambut Rival. "Sadar Rival, lo miskin. Balikin Ducati ke pemilik aslinya, lo minjem kan. Gue terima kemiskinan lo kok, walaupun nerimanya setengah hati."

Rival menghela napas lelah. Rasanya ia ingin menangis saja. Bagaimana menjelaskan kepada khalayak bahwa Ducati keren itu benar-benar miliknya.

"Cay."

"Hm?"

"Percayalah, dibalik perasaan sayangku ini, ada rasa ingin membantingmu."

****

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now