25. Dua Lima

81.9K 12.9K 642
                                    

"Val!" Teriakan Lego yang berlari menuju arahnya membuat Rival langsung berdiri. Jelas saja ada hal penting yang ingin Lego sampaikan.

"Apa?!"

Lego ngos-ngosan. Ia menarik napasnya perlahan lalu menatap serius Rival. "Ca-cahya ...."

"CAHYA KENAPA?!"

"Jatoh karena didorong sama Mega keras banget, njir. Keseleo tuh pasti, mereka lagi adu bacot di lapangan basket."

"Lo nggak hoax kan?"

Lego menggeleng. Ia serius kali ini. Rival langsung berlari meninggalkan Sela yang sedang makan bersamanya di kantin. Khawatir sekali mengenai keadaan Cahya.

Rival mengepalkan tangannya begitu tahu Cahya duduk sambil adu bacot dengan Mega yang berdiri. Kaki Cahya pasti sakit. Ia percaya dengan perkataan Lego kali ini.

Dengan emosi yang tertahan Rival datang untuk melerai. Ia langsung jongkok dan mengulurkan tangannya kepada Cahya. "Ayo bangun."

Cahya menggeleng. "Nanti dulu. Masih agak sakit."

Rival mengangguk lalu berdiri. Menatap tajam Mega. "Lo apain cewek gue, Meg?"

"Nggak sengaja kesenggol pas lewat." Mega dengan santai menjawab itu.

"Hm." Malas menanggapi terlalu jauh. Bukan ranahnya untuk melawan wanita.

Rival jongkok lagi lalu menatap teduh Cahya. Ringisan kesakitan cewek itu menyayat hatinya. "Sakit banget?"

"Sedikit."

Rival melihat kaki Cahya yang sedikit biru lalu tangannya bergerak mengelus kaki itu lembut. Berharap akan sembuh.

"WOIIII!!" teriak Cahya sambil meringis kesakitan.  "Sakit Rival! Malah lo elus!"

Rival menggaruk keningnya yang tak gatal. "Oh, kirain bikin sembuh."

Cahya menghela napas pelan lalu mencoba berdiri dengan susah payah.

"Mau gendong aja hm?" tanya Rival dijawab gelengan oleh Cahya. Menurut Cahya, itu alay, walaupun sebenarnya pengen sedikit romantis saat berpacaran dengan Rival.

Cahya mampu berdiri sambil dipegang oleh Rival untuk menumpu badannya. Matanya menatap Mega sinis. Ingin sekali menjambak rambut wanita itu. Ratu bullying di SMA ini memang sok berkuasa.

"Gue nggak pernah punya masalah sama lo, ya, Meg." Cahya tahu betul bahwa Mega menyukai Rival, apalagi Rival juga kadang genit dengan cewek itu.

"Udah gue bilang tadi nggak sengaja nyenggol pas lewat. Masih aja ngeyel."

"Gue punya mata. Bisa ngerasain mana yang sengaja sama enggak!" sentak Cahya membuat Rival mengelus lengannya agar lebih sabar.

"Lo kalo suka cowok gue ambil! Gue ikhlas."

"Eh, anjirr! Seenaknya lo ngomong gitu, Cay!" kaget Rival. Padahal ia diam saja dari tadi.

Cahya melirik sinis Rival gantian lalu menghentakkan pegangan tangan Rival. "Lo juga tau diri dikit jadi cowok gue. Nggak seenaknya genit sama cewek sana-sini."

"Cay ...." Rival tak menyangka akhirnya kena omelan lagi. Padahal ia genit hanya untuk ditraktir makan.

"Giliran mereka baper lo nggak tanggung jawab! Alhasil mereka gangguin gue kan?!" semprot Cahya dengan muka memerah kesal. Lalu beralih menatap Mega lagi. "Lo juga, jadi cewek jangan bego. Rival punya pacar. Kalo lo digodain sama dia tampar aja, jangan tambah kegatelan."

"Harusnya lo yang mikir, Cay. Rival tukang godain cewek lain, tapi lo masih bertahan. Yang bego siapa jadinya?" balas Mega tak kalah nyolot.

Rival sudah takut karena perkataan Mega. Ia takut Cahya nanti akan memutuskan hubungan gara-gara terhasut perkataan racun itu.

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now