15. Lima Belas

89K 15.5K 841
                                    

"Astaga!" kaget Cahya ketika keluar kelas saat jam istirahat. Rival sudah ada di depannya memasang muka garang.

Satu alis Rival terangkat. Matanya mengintimidasi setiap lekuk wajah Cahya. Ternyata ... make up itu belum dihapus.

"Oh, mau dibanting?"

"Emang lo tega?" balas Cahya menantang.

Rival terkekeh lalu mengusap wajahnya kasar. "Lo 'kan tau sendiri gue punya jiwa berapa. Tinggal milih, mau psychopat, jiwa setan, atau jiwa softboy?"

Cahya memutar bola matanya malas. "Dah sana minggir. Gue mau ke kantin." Ia malas berdebat. Perutnya sudah berteriak minta diisi dari tadi.

"Kenapa nggak lo hapus?" tanya Rival dengan wajah datar.

"Rival please deh. Jangan ribet. Cuman make up doang. Sana minggir, gue males debat!" oceh Cahya sambil menggeser Rival agar minggir.

"Lo jelek pake make up!"

"Gue tau!"

"Kalo lo tau, ngapain nggak lo hapus hah?!"

"Gue pake make up aja jelek, gimana nggak pake?!"

Rival menjepit hidung Cahya agak keras. Ia kesal bukan main. Cewek itu selalu menentang apa perintahnya.

"Lo lebih cantik kalo natural!"

Cahya mengulum senyumnya. "Ehem ... jadi lo ngakuin gue cantik, nih?"

Rival tak mampu menjawab. Ia lebih memilih untuk pergi dengan kekesalannya.

"RIVAL ... JADI GUE CANTIK KAN YA?!" Cahya bersorak girang.

Rival berbalik menatap Cahya sinis. "Gue delete ucapan tadi." Rival ngacir kabur. Bisa-bisanya ia keceplosan mengakui Cahya cantik.

****

Cahya bersenandung lagu To The Bone Pamungkas. Walaupun suaranya tidak bagus-bagus amat, tidak pa-pa. Yang penting pede aja dulu. Masalah fals atau nggaknya urusan nanti.

"Eh, Genta," sapa Cahya ketika berpapasan di koridor dengan teman Rival itu.

Genta hanya mengangguk.

"Jadi kapan kita selingkuh?"

Genta memejamkan matanya sebentar untuk menahan emosi. Tidak Rival, tidak Cahya, selalu membuatnya kesal. Pasangan ini benar-benar pembuat onar.

"Sorry, nggak minat. Lo terlalu Astagfirullah buat gue yang Masyaallah."

Cahya tidak tertohok dengan ucapan pedas Genta. Toh, itu kenyatannya.

"Tenang aja. Kalo gue selingkuh cuman pengen ngeruk duit lo kok." Cahya cengengesan. Jiwa matrenya selalu ada. Mau mengeruk duit Rival, tapi Rival gembel.

"Nggak punya duit."

"Merendah untuk ditendang!"

"Serah lo dah." Genta berniat pergi tapi dicegah oleh Cahya dengan cekatan tangan. Genta langsung menghentakkannya. Jika Rival lihat, pasti cowok itu akan mengoceh panjang lebar.

"Kenapa?!"

"Lo liat Rival nggak?" tanya Cahya penasaran. Biasanya Rival selalu muncul tiba-tiba di depannya seperti jin.

"Lagi ngamuk."

Cahya melongo. Rival ngamuk? Dengan gerakan cepat Cahya berlari menuju lapangan basket. Biasanya cowok itu akan melampiaskan emosinya di lapangan basket.

Dugaannya benar. Rival bermain basket sendirian, tidak ada yang bisa mencegahnya. Semua hanya menonton, Lego dan Gilang pun hanya duduk di pinggir lapangan sambil makan camilan. Terlihat sekali, cowok itu melampiaskan amarahnya.

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now