32. Tiga Dua

76.6K 12.1K 271
                                    

Istirahat kali ini, Cahya yang akan menghampiri Rival beserta bekal yang tadi ia sudah siapkan ke kelasnya. Jujur saja, sebenarnya ia tadi terkejut melihat Rival datang, tapi karena jaga image, Cahya bersikap biasa saja. Rencananya ia akan menjenguk Rival lagi beserta membawa makanan sepulang sekolah. Tapi karena Rival sudah datang ya sudah, ia berikan bekalnya langsung pada cowok itu.

"Minggirrrrr! Ratunya Rival nih bos!" seru Lego yang sedang di depan pintu. Entah itu ledekan atau memang julukan baru untuk Cahya.

"Aduh jadi malu ...." Cahya sok-sokan tersipu. "Biar nggak malu, ganti jadi ratunya Genta aja gimana?" usul Cahya sambil cengar-cengir.

"Amit-amit! Bangkrut bandar gue pasti," sambung Genta dengan muka datar.

"GENTA! RADIUS SATU METER!" seruan itu berasal dari Rival yang ada di dalam kelas. "JANGAN PANDANG CEWEK GUE LEBIH DARI LIMA DETIK! KETULARAN MATRENYA NANTI LO PADA."

Cahya yang sebal langsung menyelonong masuk. Ia kangen mengomeli cowok itu karena bacotannya yang selalu membuatnya rugi.

"Rival apa-apaan, sih?!" sentak Cahya. "Lo mau gue bunuh hah?!"

"Bunuh aku dengan cintamu ...." Rival cengengesan.

"BUCHEN!!" seru ketiga temannya yang berjaga di pintu.

"Sekarang panggil mereka trio setan, Cay," suruh Rival sambil menunjuk ketiga temannya.

"Males ah. Genta terlalu istimewa buat dipanggil setan."

Rival berdecak kesal. Selalu Genta. "Ya udah sana ke Genta. Ngapain ke gue?"

"Temen-temen lo udah pada pergi," beritahu Cahya melihat ke arah pintu sudah tidak ada orang. "Nggak bisa nyamperin Genta kalo gitu."

"Lama-lama gue kick juga Genta dari bumi."

Cahya tersenyum simpul. Muka Rival memerah kesal saat mengatakan itu. "Cemburu ya lo?"

"Nggak sih B aja."

"Hm." Cahya bergerak menarik kursi di samping Rival lalu mendudukinya. Ia juga meletakkan bekal yang tadi ia bawa di hadapan Rival.

"Makan."

"Tumben amat. Ada maunya nih pasti," tebak Rival dengan tatapan memicing curiga. Walaupun dalam hati senang luar biasa.

"Maunya lo makan biar dapet tenaga lagi."

Rival tertegun sesaat. Telinganya bahkan sudah merah. Bibirnya berkedut ingin tersenyum tapi ia tahan. Ia harus menyembunyikan saltingnya ini agar jaga image.

"Makan Rival. Gue masak sendiri loh itu," suruh Cahya lagi.

"Ah, masa? Emang lo bisa masak? Modelan kek lo kan beban keluarga, beban pacar, dan beban negara sekalipun."

Cahya yang kesal lalu mencubit pinggang Rival. "Bener kok gue yang masak! Sambelnya doang tapi." Cahya cengengesan.

Rival manggut-manggut. Matanya hanya menatap kotak bekal itu seksama.

"Nggak niatan mau makan bekal dari gue gitu? Bisa-bisa tuh bekal eneg lo liatin mulu."

"Bukannya apa, Cay. Tangan gue sakit."

"Jadi ... lo ngode biar disuapin?" ceplos Cahya yang diangguki Rival.

Cahya berdesis kesal lalu membuka bekal itu dengan kasar. Di sampingnya Rival cengengesan. Padahal ia hanya pura-pura sakit.

"Woahh ... ayam bakar." Rival menelan salivanya sendiri. Ayam bakar itu terlihat enak dan menggoda, ia jadi tak sabar.

"Nggak mau pake sambel. Pasti pedes banget tuh," tolak Rival ketika melihat Cahya menyendokkan sedikit sambel.

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now