67. Enam Tujuh

76.9K 12.1K 2.6K
                                    

❤️

*****

Rival memberhentikan laju motornya tepat di halaman depan rumah Cahya. Tangannya melepas helm yang terpasang di kepalanya. Rival mengacak rambutnya frustasi, akhir-akhir ini ia juga diserang gejala pusing. Pusing bagaimana cara menghabiskan uang, jiwa sombong ayahnya sudah mulai menular.

"Den, Rival." Panggilan itu datang dari Pak Gogon sopir yang sengaja ia suruh untuk mengantarkan Cahya pulang. Ternyata Pak Gogon masih di sini.

"Bapak pulang aja. Minta bonus sama Papa ya." Rival lalu tersenyum manis.

"Tuan Reynald udah nambahin kok, Den. Katanya gaji tambahan karena udah nganterin calon istri kedua saya," ujar Pak Gogon atas perintah Reynald untuk memanas-manasi anaknya.

Mata Rival memejam sebentar untuk menahan emosi. Bibirnya lalu tersenyum tabah. "Papa Reynald nggak ada akhlak!" gerutunya lalu menatap Pak Gogon lagi.

"Bapak pulang aja ya, sebelum mobil mewah itu saya ancurin." Rival mengancam karena kesal. Ia tahu Papanya dan Pak Gogon saling bekerjasama untuk mengerjainya.

Pak Gogon langsung kabur dengan membawa mobil merah milik si kembar. Sementara Rival mengelus dadanya berusaha untuk sabar. Ia lalu turun dari motor melangkah menuju dalam rumah Cahya. Sepertinya Ellgar juga sudah pulang karena motornya sudah ada.

"Buset, pintunya dikasih ayat kursi," kata Rival kaget melihat tulisan arab.

"Sengaja kata Papa, biar lo kepanasan kalo masuk," balas Ellgar sambil membuka pintu.

Rival melotot garang. "Lo pikir gue setan?!"

"Iya, kata Lego lo suhu-nya persetanan," papar Ellgar lalu mengajak Rival untuk masuk.

"Lego sesat emang!" Rival lalu duduk di sofa menunggu Bumi menemuinya. "Tolong buatin minum, Gledek. Gue haus." Rival memerintah seenaknya.

"NAMA GUE ELLGAR BUKAN GLEDEK!" sentak Ellgar. Ia kesal dengan panggilan yang menurutnya kampungan itu.

"Apa teriak-teriak hm?" sahut Bumi yang baru saja turun dari lantai dua. Seperti biasa, raut yang sangat datar serta wangi manly harum khas Bumi.

Ellgar langsung ciut dibuatnya. "Kelepasan, Pa."

Rival menahan tawanya, sedetik kemudian ia terdiam ketika matanya dan mata biru safir Bumi bertemu. Semenjak kejadian itu, Bumi tak lagi menutupi warna matanya dengan softlens.

"Bikinin Rival minum, Ell. Air kobokan juga nggak pa-pa." Bumi berkata dengan entengnya menyuruh Ellgar.

"Astaga, Om. Gitu bener sama saya." Rival sedih, mengapa ia selalu dikelilingi orang-orang yang akhlaknya kurang.

"Canda." Seperti biasa. Bumi mengatakan itu tanpa ekspresi apapun.

Bumi langsung duduk di depan Rival. Menatapnya penuh intimidasi serta alis yang terangkat satu.

Rival tersenyum kikuk. Kakinya sudah gemetaran, bahkan keringat dingin mulai bermunculan. "Maaf ya, Om. Telat sebentar."

Kepala Bumi mengangguk. "Kamu yang nganter Cahya?"

RIVAL (End) Revisi Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz