28. Dua Lapan

77K 13K 483
                                    


Cahya mengecek ponselnya berkali-kali. Ia mengharapkan Rival untuk menghubunginya. Tadi juga, mata Cahya belum sekalipun melihat bocah tengil itu.

Di jam istirahat seperti ini biasanya Rival akan menghampirinya atau mengiriminya pesan. Tapi hari ini nihil.

"Lo kenapa, dah, Cay?" heran Sasa.

"Anu ... nggak pa-pa," elak Cahya sambil tersenyum.

"Rival, ya?" tebak Sasa. Hanya Rival yang mampu mengusik ketenangan Cahya soalnya.

"ENGGAK!"

"Yaudah santuy, jan ngegas."

Cahya langsung memeriksa ponselnya begitu mendengar nada dering. Nama Rival tertera. Tumbenan manusia itu menelpon, Cahya langsung mengangkatnya.

"DIMANA?!"

"Salam dulu, Sayang," sapa Rival di seberang telepon. Nada bicaranya pelan sekali.

"Assalamualaikum!" dongkol Cahya.

"Walaikumsalam. Kenapa kok ngegas? Kangen gue, ya?"

"Nggak tuh."

"Boleh gue minta tolong? Nanti gue beliin seblak deh haha."

Cahya terdiam sejenak. Jarang-jarang Rival minta tolong dan berbicara pelan seperti ini, sesekali juga terdengar ringisan kesakitan.

"Tolong apa ...?" lirih Cahya sudah mulai cemas.

"Ke halte deket sekolah sekarang."

"Ngapain?"

"Udah ke sini cepet."

"Nggak mau!" tolak Cahya. Nanti jika masuk malah berabe.

"Gue butuh lo." Setelah mengatakan itu Rival langsung memutuskan sambungannya sepihak.

Cahya cemas. Cara bicara Rival tidak seperti biasanya. Notifikasi kembali terdengar, tanda ada pesan WhatsApp. Cahya langsung melihatnya.

Refleks Cahya langsung membekap mulutnya. Betapa syoknya dia ketika melihat gambar yang dikirim Rival. Pap Rival yang sedang lebam-lebam dan ada darah di sudut bibirnya.

Rivalgembels
Gue sekarat, Cay. Lo seneng kan pasti? Bisa selingkuh sama Genta kalo gue luka gini.

Demi apapun Cahya ingin menangis saat ini juga ketika melihat foto Rival babak beluk walaupun teks yang diketik cowok itu ada gurauannya. Baru saja ingin membalas, ada pemberitahuan tentang kuotanya habis. Cahya berdesis kesal.

Paham akan Rival yang butuh bantuan, Cahya langsung berlari tak peduli teriakan Sasa. Ia harus menuju halte sekarang, sebelum itu ia menghampiri Genta di kelasnya.

"Genta!" panggil Cahya ketika melihat lelaki itu duduk sambil bermain ponsel.

"Gue nggak minat selingkuh. Sana pergi."

Sadis. Baru saja datang sudah disambut kalimat seperti itu. Cahya langsung menghampiri meja Genta dengan napas ngos-ngosan.

"Lo punya nomer Abang Guntur kan?"

Genta menaikkan satu alisnya. "Guntur siapa?"

Cahya menepuk jidatnya bodoh. Ia baru ingat Abangnya tidak dikenal dengan nama Guntur di sini. Kebanyakan orang memanggilnya dengan sebutan lain.

"Abang Elgar." Nama panjang Guntur adalah Ellgar Guntur Dirgantara. Nama panggung abangnya itu Ell, agar terkesan keren karena menjabat ketua geng di sekolahnya. Rival dan Cahya juga sengaja memanggil dengan sebutan Guntur agar sedikit mengejek.

RIVAL (End) Revisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang