44. Empat Empat

70.8K 11.8K 692
                                    

Keringat dingin membasahi pelipis Rival. Bahkan ketakutannya sudah bangkit dari tadi. Setelah pulang sekolah, Rival langsung menuju rumah Bumi karena tadi disuruh olehnya. Tak henti-hentinya Rival berdoa, berharap Bumi tidak menebas lehernya.

"Ngapain di depan pintu?" tanya Guntur yang baru saja datang menggunakan motor beat butut. Cowok itu juga habis pulang sekolah.

Rival menoleh takut. "Pawang Om Bumi atau Mama lo ada di rumah nggak?" tanya Rival tanpa menjawab pertanyaan Guntur. Om Bumi pasti akan kalem jika ada pawangnya, pikir Rival.

"Mama di butik deh kayanya," sahut Guntur. Mamanya mempunyai butik. Hari-hari mamanya memang dihabiskan di sana.

"Gledek! Nyawa gue kayanya bakal ilang deh hari ini," ucap Rival takut-takut.

"Lah kenapa?"

"Gue nglanggar hukuman."

"BUSET! BERANI-BERANINYA LO NGLANGGAR HUKUMAN PAPA BUMI? GUE YANG ANAKNYA AJA KAGA BERANI." Guntur tak habis pikir dengan Rival ini. Padahal hukuman yang diberikan Bumi kepada Rival itu termasuk mudah daripada hukumannya yang harus berubah menjadi gembel karena menggunakan motor butut.

"Gue forget sumpah!" kata Rival campur bahasa Inggris.

"Lo sih! Mana pedang Papa gue tadi pagi diasah lagi!" beritahu Guntur menambah ketakutan pada diri Rival.

"Wah, hidup gue bener-bener musnah nih," khawatir Rival.

"Papa gue mantan psychopat asal lo tau," ujar Guntur lagi bermaksud membuat Rival ketakutan.

"Ah, becandaan lo nggak lucu."

Guntur terkekeh. "Sana masuk. Gue mau pergi aja deh, takut kena imbasnya juga."

"Heh anjir! Temenin gue! Ipar macem apa lo?!"

"Lo kan mau modar, nggak jadi ipar gue lah."

"Ellgar, Rival masuk!" Panggilan itu datang dari dalam rumah. Suara tegas Bumi terdengar menakutkan.

Rival dan Guntur menelan salivanya sendiri gugup.

"Lo hobi banget bikin ulah sih," gerutu Guntur lalu masuk ke dalam rumah diikuti Rival.

Bumi sedang duduk di sofa dengan gaya sombongnya. Tak lupa pedang berukuran sedang yang ada di tangan berurat Bumi. Hal itu membuat Rival berkali-kali lipat takut.

Mampus! batin Rival.

"Val, gue nggak yakin bisa nolong lo. Adakah pesan-pesan terakhir?" kata Guntur dramatis.

"Pale lo. Gue punya salah satu ilmu setan, yaitu hasutan pamungkas. Nanti Om Bumi gue hasut sampe luluh. Sans aja," bisik Rival sok berani padahal dalam hati ia takut luar biasa.

"Ellgar ke kamar ya, Pa. Mau ngerjain PR," izin Guntur sambil menyengir.

"Sok-sokan ngerjain PR, tugas sekolah aja nggak lo kerjain. Kerjaannya cuman bolos, tawuran, plus ngehujat gue," cetus Rival.

"Mulut lo mau gue gampar hah?" sentak Guntur mendapatkan tatapan tajam dari Bumi. Guntur langsung kabur begitu saja.

Rival cengengesan lalu duduk di sofa berhadapan dengan Bumi. Jantungnya berdebar kencang. Jedag-jedug luar biasa. Takut bahwa Bumi akan melakukan hal yang tidak-tidak kepadanya.

"Apa kabar, Om?" sapa Rival basa-basi.

"Kabar saya baik, tapi mood saya buruk. Tiba-tiba bawaannya jadi pengen bunuh orang," balas Bumi sadis.

Rival tertawa kaku. "Ha-ha-ha Om becandanya lucu banget."

"Kamu gila, ya? Saya kan nggak becanda."

"Waduh, psychopat banget dong kalo nggak becanda."

RIVAL (End) Revisi Where stories live. Discover now