26. They Don't Know About Us

1.5K 211 4
                                    


Goresan luka itu belum hilang sedari kemarin ia mendapatkannya. Tersamar tertulis 'Aku harus mentaati peraturan' di punggung tangan kirinya. Inisiatif muncul saat ia tak tahan dengan perihnya, ia membaca buku mantra penyembuh. Hasilnya tak memuaskan. Penyembuhan yang di rapal anak berumur lima belas, rasanya tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Madam Pomfrey.

Hanya dua hari lagi, dua! semangat pada dirinya saat memasuki Aula.

Caroline mengabaikan mata Umbridge yang terasa mencekiknya dari meja guru. Begitu duduk, ia hanya memperhatikan menu di depan. Jus labu dan roti panggang. Tangan kirinya meraih roti, teko di samping tangannya mengenainya.

"Ah!" Caroline langsung menarik tangannya ke bawah meja, mendesis kesakitan. Kini dahinya di meja sambil melihat luka tangannya yang kembali terbuka.

"Aku hanya tak sengaja menyenggol teko!" seru Pansy saat Blaise bertanya pelan.

Ia kembali mendekati pintu Aula, berlari, angin yang mengenai malah membuatnya bertambah perih.

"Caroline, aku tahu kau kesakitan!" si rambut merah sebahu mengejarnya. "Berhenti, Caroline, Hermione akan menyembuhkanmu. Aku janji!"

"Aku tidak apa-apa!" Caroline berhenti tiba-tiba, Ginny yang berlari kencang hampir menubruknya.

"Jangan bertingkah seakan kau baik-baik saja!" teriak Ginny. "Ulurkan tanganmu,"

Tangan kanan menggantung di udara. "Tangan kiri, Lysander!"

"Ginny, aku tidak kesakitan. Aku berlari karena buru-buru ingin ke asrama-"

"Tangan kiri." Ginny menggeleng tanpa memedulikan elakkan Caroline.

"Huh, kau mirip Molly-"

"Karena aku anaknya!"

"Ya, kau benar," tangan kiri Caroline maju.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Ayo, Hermione punya obat."

Kulitnya terkejut saat ia mencelupkan tangan di cairan Murtlap. Lamat-lamat merasakan kulitnya memperbaiki, membentuk jaringan kulit baru, hasilnya sedikit tersamarkan.

"Apa masih perih?" Ron menyela Hermione yang ingin bertanya hal yang sama.

"Tidak, hanya kaku sedikit."

Harry muncul dengan Ginny dari balik pintu kelas kosong.
"Caroline, ya tuhan, aku minta maaf. Seharusnya aku memberitahumu kemarin." ucapnya menyesal.

"Tak apa,"

"Jika saja aku tidak bertengkar dengan Parkinson-"

"Bertengkar?!" suara Hermione melengking. "Jangan bilang orang yang dibicarakan Katie itu kau!"

"Ya, aku orangnya," gumam Harry. Matanya kesana kemari mengalihkan dari Hermione.

"Poin Gryffindor terbuang sepuluh." dengus Hermione tanpa menatap Harry, mengeluarkan tangan Caroline dari mangkuk.

Profesor Septima Vector, sepertinya punya hobi untuk membuat perselisihan turun temurun antara Gryffindor dan Slytherin menjadi semakin mendidih sampai luar batas. Di kelas yang gaduh itu ada sekitar dua puluh lebih murid. Dan semuanya memprotes tak terima.

"Demi menambah nilai tambahan, dariku pribadi tentunya, kalian harus menyelesaikan tugas yang tadi sudah kita telaah, menjadi jurnal." Begitu katanya. Pertama, semua murid mengangguk setuju.

Lalu Profesor Vector kembali melanjutkan. "Berkelompok, dua orang antar asrama." ucapnya tanpa merasa tahu bahwa seluruh murid yang di ajarnya memaki dirinya dalam hati.

Selenophile [ Draco Malfoy ]Where stories live. Discover now