38. Holiday

1K 140 8
                                    


"Aku kira kau dibawa olehnya. Aku kira dia akan mencelakaimu-"

Caroline menjauhkan bahunya, melepaskan pelukannya.
"Draco, kau sudah menyebutkan itu berulang kali."

Mata Draco menatapnya, tampak tidak mendengarkan Caroline. Ia berusaha untuk tidak mengeluarkan pertanyaan mengenai perubahan perilakunya. Dia menjadi haus akan kalimat cemas yang tidak terjadi, dan lebih sering memeluknya. Seharusnya ada alasan mengapa. Ia yakin pasti ada, dilihat dari memori Draco yang dikutuk Bellatrix.

Tapi ia memilih untuk tidak bertanya lagi kali ini.

"Sekarang, aku akan memberitahumu sesuatu." kata Caroline.

"Sejujurnya ini bukan tempat yang bagus." Draco berkomentar.

Caroline terkekeh. "Kau juga pernah bilang itu sebelumnya,"

"Baik, jadi--kau jangan marah pada siapapun sehabis ini, okay?" tanyanya, memperbesar matanya.

Draco mengangguk saja--walaupun dia tahu dia akan marah tergantung pada apa yang akan Caroline katakan.

"Kau pernah berteori tentangku. Ingat tidak?" kata Caroline.

Ia tahu Draco murid pintar dalam akademik, pasti otak laki-laki itu sedang mencoba menyambungkan klik terhadap kata-katanya. Draco tiba-tiba menggelengkan kepalanya.

"Tentang apa?" Draco balik bertanya, sengaja mengulur waktu. "Kau seperti supernova dalam kehidupanku?"

Ia agak geli mendengarnya, "Tidak, bukan yang itu. Wandless, kau ingat?"

"Ya," kata Draco pelan, menyadari apa maksud Caroline.

"Kau darah murni? apa yang itu--" dia berkata.

Caroline cepat-cepat mengangguk.

Sekarang Draco yang menggelengkan kepalanya. "No way,"

"Snape tahu, itulah kenapa aku menemuinya." kata Caroline. Ia mengambil jemarinya untuk sekedar menyadarkan Draco.

"Caroline," Draco tercekat lagi, seperti tidak tahu apa yang harus dibicarakan.

"Sangat ironi, ya 'kan?"

"Jadi, kau pureblood?" Draco tersedak kata-katanya sendiri.

Caroline tidak bergerak sama sekali
kecuali tangannya menggenggam jari Draco lebih erat.

"apa--marga aslimu?" dia bertanya--terdengar ambang.

"Flamel, dan ibuku dari keluarga Wuningwell."

Alis Draco berkerut, menolak raut Caroline yang serius. "Tunggu, sebentar, Caroline--kau adalah Flamel? kau dari keluarga tua di dunia sihir ini?" terdengar dia tertawa lirih.

"Sekarang apa yang kau pikirkan tentangku?" tanyanya.

Ruangan sapu itu bergeming.

"Tidak ada yang berubah, Caroline."

"Saat di ruang kebutuhan, kau bilang jika denganmu aku akan terus dalam bahaya. Dan, apa setelah kau tahu fakta ini--kau akan semakin sulit melepasku?" tanya Caroline, ada nada berharap didalamnya.

Draco menggeleng, "Cara berpikirku tidak seperti itu. Tetap sulit melepasmu suatu saat walaupun kau bukan darah murni."

Caroline mencium bau hujan pada laki-laki itu.

"Apa maksud dari 'suatu saat'?" tanya Caroline.

Draco diam saja.

"Tidak perlu menjawabnya, Draco." kata Caroline. "Kita harus keluar dari ruangan ini tanpa terlihat, ayo,"

Selenophile [ Draco Malfoy ]Where stories live. Discover now