06. Dare To Care

2.1K 300 13
                                    


"Kau dengar pengumuman kemarin, kan? si Potter-Bau membuat Hogwarts malu, mungkin dia memasukkan namanya dengan menyuruh anak yang sudah cukup umur."

"Bukankah bagus? di turnamen ini dia akan membawa dirinya sendiri kedalam kematian."

Ini masih pagi dan seharusnya ber-udara segar, tapi tidak jika ia sarapan di meja Slytherin. Aula Besar memang dipenuhi bahasan turnamen dan Harry sebagai satu tambahan peserta. Lagi-lagi Caroline yang mendengar perkataan Marcus Flint muak dibuatnya.

"Kukatakan sekali lagi, Flint. Harry tidak mungkin memasukkan namanya kedalam piala api itu!" seru Caroline emosi saat Marcus Flint semakin mengejek Harry.

"Lebih baik kau semangati 'kekasih' mu itu menuju kematian." Flint berbicara dengan sangat keras sehingga orang yang ada disana dapat mendengarnya dengan jelas.

"Ternyata kau kekasih si Potty?" gelak teman satu angkatan Marcus Flint yang membuat anak Slytherin yang lain tertawa semakin keras.

"Astaga, payung Merlin! aku tak punya waktu untuk menjawab semua hinaan kalian."

Caroline angkat kaki sambil membawa piring sarapan ke meja Gryffindor, lalu duduk sembarang dimana hanya ada Neville dan Harry.

"Hai, guys. Aku mau sarapan disini saja." kata Caroline.

"Hai," balas Neville lesu.

Harry hanya mengangkat alis padanya, terlihat tidak bersemangat. Lalu dia melanjutkan pembicaraan pada Neville yang sangat menenangkan, "Mana mungkin, Neville. Snape sedang mengurus turnamen dengan semua guru tadi malam. Tidak mungkin juga dia punya hati memarahi-mu tengah malam."

"Tapi dia mengatakan semuanya. Aku sudah gagal ... Nenekku harus menanggung rasa malu karena mempunyai aku--"

"Jangan berkata seperti itu, Neville!" Harry berseru, giginya mengeluarkan suara desis seperti dia yang tersakiti.

"Memang ada apa?" tanya Caroline.

"Aku bertemu dengan Profesor Snape di tengah malam, aku saat itu mencari-cari Trevor. Dia mengatakan nenek-ku mengirim surat kepadanya dan tertulis nenekku sangat kecewa denganku. Snape pasti memberitahu nilai ramuan dan mantraku!"

"Oh, Neville ... Siapa tahu Harry benar. Lagipula kau yang terbaik di Herbologi! Aku akan bantu kalau aku pintar di ramuan, sungguh. Tapi kami akan bantu di pelajaran Mantra, ya 'kan, Harry?" bujuknya sambil menekankan sorot ke Harry, laki-laki itu pun mengangguk.

"Tinggalkan saja, Caroline." Neville benar-benar lemas hingga hanya terdengar bisikan.

"Kemana Ron?" tanya Caroline, memutuskan beralih topik agar kesedihan Neville reda.

Neville tidak menjawab dan mulai makan potongan telur rebus.

Harry mengunyah roti lebih cepat, menjawab Caroline, "Dia marah padaku. Mengira aku curang,"

"Oh, tidak ..."

Kemunculan rambut merah Ron saja tidak ada disini.

"Kau tidak seharusnya tunduk pada Piala Api, Harry, cobalah bicara pada Profesor Dumbledore." Caroline memberi saran.

Tapi lagi-lagi Harry pasrah seperti Neville dengan berkata, "Itu sia-sia. Menteri Crouch sudah memutuskan."

Hermione memunculkan dirinya bersama buku-buku tebal yang dia gendong layaknya bayi. Begitu duduk di samping Neville dan berhadapan dengan Caroline, matanya mengeluarkan air mata.

"Eh, Hermione, kenapa?"

"Profesor McGonagall memarahiku!" Hermione menangis kecil dan ditahan-tahan, takut disadari orang-orang. "Katanya ... aku belum cukup--belum cukup pandai untuk melanjutkan NEWT nantinya,"

Selenophile [ Draco Malfoy ]Where stories live. Discover now