36. Misscomunication

1.2K 157 17
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Walaupun ia masih bisa merasakan air mata tercetak di pipinya sejak kemarin, Caroline harus datang ke tribun untuk menonton Pertandingan Quidditch. Mencari Hermione untuk bicara dengannya juga melihat si rambut pirang di tengah lapangan.

Ia tahu kalau dirinya dibiarkan tidak ada kegiatan, hanya berbaring di kasur, pikirannya akan semakin berkabung. Tribun penonton dipenuhi anak-anak Slytherin dan Gryffindor sekarang.

Diantara anggota Slytherin yang terbang kesana-kemari merebutkan Quaffle, Draco tak terlihat kehadirannya. Si pirang tak bicara selama dua minggu penuh padanya, tapi sesekali dia melirik di kelas Aritmatika.

"Hermione, bisakah kita bicara sebentar saat pertandingan selesai?" Caroline mendekat ke telinga Hermione, yang sekarang menoleh padanya, mengabaikan teriakan-teriakan penonton.

"Tentu!" balas Hermione dengan seru yang sama. "Lihat, Ron," katanya menunjuk kearah ring besar di ujung lapangan.

"Dia bermain sangat bagus," puji Caroline menanggapi Hermione. Tapi, rasanya sedari tadi Ron menghalau poin Slytherin kebanyakan tidak disengaja. Tetap saja Caroline anggap bagus untuk menghormatinya.

Caroline menuruni tangga tribun, terburu-buru mengejar anggota Slytherin yang sedang masuk ke ruang ganti. Dari jauh pun, sudah terlihat wajah-wajah murung mereka, apalagi si Kapten Slytherin, asrama mereka gagal menang.

"Weaselbee sialan!" teriak dari dalam, dilanjut gedebuk keras-seperti menendang lemari.

Caroline berdiri di depan pintu yang masih terbuka. Langsung memberi isyarat pada Blaise.

"Apa?" tanya Blaise, saat mereka agak jauh dari ruang ganti.

"Kenapa Draco tidak ikut pertandingan?" ia bertanya. Mengabaikan siulan mengejek anggota Slytherin datang dari pintu dibalik bahu Blaise.

"Sakit." dia menjawab singkat. Lalu berbalik kembali seperti tidak kata yang harus diucapkan.

Ia diam saja, menyembunyikan tangan di kantong mantel hitamnya. Caroline menghela napas disepanjang jalan.

Beberapa hari yang lalu setiap pulang sekolah, Caroline selalu membaca buku Occlumency. Agaknya, ia ingin punya kelebihan itu. Karena selagi di dunia sihir, ia tidak bisa mengembangkan hobi muggle seperti bermain piano atau biola. Caroline rasa Occlumency akan menjadi kelebihan yang berguna.

Tapi masalahnya, meditasi menyusahkannya. Pun tidak ada teman berlatih. Ia tahu, teman-temannya pasti akan membantunya-Caroline hanya mau melakukannya sendiri. Itu saja.

Meditasi di kamar tidak akan cocok. Teman sekamarnya ternyata lebih berisik daripada sekamar dengan geng Parkinson. Mungkin Menara Astronomi?

Ia berbelok haluan untuk ke Asrama Gryffindor lebih dulu. Lorong menuju pintu mereka terasa hangat, anak-anak kelas pertama sedang mengintip dibalik lukisan pintu asrama mereka sendiri.

Selenophile [ Draco Malfoy ]Where stories live. Discover now