42. Strict

977 113 9
                                    

Tuk tuk tuk

Caroline menjengit karena ketukan pintu tiba-tiba. Ia menoleh pada Draco tanpa suara dan menjerit dalam hati karena dia masih santai memakai dasi.

'Apa yang harus kulakukan.' tanya Caroline menggunakan bahasa isyarat.

Sembari dia mendekati pintu, Caroline mengikutinya dari belakang. Ia tepat berdiri disamping Draco. Tidak akan ketahuan jika saja sang pengetuk tidak masuk kedalam.

"Mengapa lama sekali? Mabuk lagi kemarin?" tanya seseorang, yang ternyata Blaise Zabini dari suaranya yang tegas.

"Sepertinya," kata Draco.

"Boleh aku masuk, sekalian ingin menghabiskan botol terakhir milikmu--" gerakan Blaise terhenti karena tangan Draco menghalangi dinding.

"Tidak."

"Dan mengapa tidak?" nada temannya itu terdengar bingung.

"Botol itu sudah habis. Jangan mengangguku hari ini--" Draco baru ingin menutup sepihak pintunya, tapi Blaise menahan kenopnya.

Aduh! Jika terus seperti ini Caroline akan telat di kelas kedua.

"Kau dipanggil Snape. Aku dengar Caroline--maaf, maksudku Lysander, juga dipanggil. Wrein yang diperintahkan." kata Blaise kikuk.

Caroline keheranan mengapa dia membenahi ucapan namanya dengan nama belakang.

"Oke, aku akan kesana." jawab Draco cepat.

Sempat hening sejenak. Karena itupun Draco akan menutup pintunya, tapi Blaise mulai lagi, kali ini dia berbisik, "Kau berhasil mengatasinya?"

Caroline mulai curiga dengan mereka berdua. Rahang Draco dari sisinya terlihat bergerak.

Dia menghela nafas. "Lihat saja nanti, Sobat."

Sepertinya Blaise hanya mengangguk karena Draco benar-benar menutup pintu.

"Apa maksud Blaise?" tanya Caroline. Sudah tahu kalau kamarnya terdapat mantra Peredam Suara.

"Bukan apa-apa."

"Kau tidak jujur." katanya.

"Aku tidak bohong," ujar laki-laki itu. Dia menambahkan lagi karena Caroline masih menatapnya selidik, "Itu masalahku dengan Snape. Dia mengancam akan menurunkan nilaiku karena sering bolos."

"Dan kenapa kau sering bolos?" tanyanya lagi.

"Oh, ayolah, Caroline. Itu tak perlu dibahas."

Ia menahan lidahnya untuk bungkam. Ia terlalu berlebihan kalau dipikir-pikir. Nilai bisa Draco perbaiki dengan mudah.

"Dan kenapa Blaise meralat namaku?"

"Aku tidak tahu," dia mengangkat bahu.

Baiklah, Caroline mulai sebal karena sikapnya yang acuh tak acuh.

"Jadi, bagaimana aku keluar dari sini?" tanyanya agak sinis.

Draco berkedip. "Tunggu disini," Dia membuka pintu, "tidak ada siapapun. Ayo," lalu dia mengambil lengannya.

Caroline baru tahu detail kamar khusus ini jika ia tidak terburu-buru seperti tadi malam. Kamar mereka berjajar memanjang dan punya Draco ada di ujung kanan.

Ia terkesiap karena melihat Blaise yang baru saja keluar dari salah satu kamar dan berbincang dengan murid laki-laki kelas tujuh di pintu. Draco dengan sigap menarik bahunya untuk masuk lagi ke kamar.

Matanya menangkap bahwa mereka menoleh.

Klik

Pintu Draco kembali terkunci dengan mantra.

Selenophile [ Draco Malfoy ]Where stories live. Discover now