Bab 31 - Kamar Bersama

6.9K 1.3K 181
                                    

Selfina bergegas mengemas beberapa pakaiannya, berpamitan denganku, lalu segera pulang ke rumahnya diantar Matteo. Aku memandang kepergiannya dengan cemas.

Tidak pernah kubuat ada kasus penculikan anak dalam novel ini. "Aku harap adiknya Selfi tidak apa-apa."

Saat ini aku berada di ruang kerja Zeno. Entah apa yang kulakukan sampai berakhir di sini. Sambil menikmati teh hitam yang baru di seduh, aku memandang pria itu bekerja dalam diam.

Lihatlah muka seriusnya kala mengerjakan tumpukan dokumen itu. Sinar matahari yang menembus jendela, tidak sengaja menyinarinya. Pria itu tampak bersinar daripada permata sekali pun. Bulu matanya yang lentik berkedip pelan menghalau debu masuk ke mata.

Bola mata birunya begitu fokus membaca tiap goresan tinta. Aku tidak tahu dia menulis apa saja di lembaran kertas itu. Yang pasti itu adalah sesuatu yang penting. Untung saja semua pekerjaanku sudah selesai lebih awal, dibantu Matteo tentunya. Hehe...

"Kau benaran tidak mau berbicara padaku?" tanyanya tiba-tiba tanpa menatapku.

Aku mengerutkan kening bingung. "Apa?" balasku singkat.

Kali ini dia meletakkan kuasnya, memandangiku dari meja kerjanya. "Kau masih marah padaku karena kalah bermain waktu itu, hm?" tanya Zeno.

Ah... masalah itu. Kenapa pula diingatkan lagi saat aku sudah hampir melupakannya? Mendadak perasaan jengkel menyeruak masuk ke dalam hatiku. Aku membuang muka tanpa menjawabnya.

Ini gara-gara kejadian beberapa hari lalu tepatnya hari pertama aku pindah kemari.

~~~

Flashback Mode : On.

Setelah sampai di kediaman Grand Duke Alvaron, aku disambut oleh puluhan pelayan di depan pintu masuk bangunan utama. Aku terkejut melihat banyaknya pelayan yang dimiliki Zeno dibandingkan yang dimiliki ayah.

Zeno sudah menungguku di sana. Pria itu tampak gagah dengan setelan militernya, lantas ia membantuku turun dari kereta. "Selamat datang, Aileana," sambutnya memulas senyuman ramah.

Aku hanya tersenyum sekilas. Masih belum percaya dengan segala sesuatu yang kualami semasa hidup sebagai 'Aileana' di sini.

Pria itu kemudian berbalik menghadap para pekerjanya seraya berseru, "Dia adalah istriku sekaligus Grand Duchess Alvaron yang baru. Aku harap kalian memperlakukan Aileana dengan baik seperti kalian memperlakukanku. Kalian mengerti?"

"Dimengerti, Yang Mulia Grand Duke." Semuanya menunduk dalam, menjawab dengan kompak. Kemudian mereka berujar padaku, "Selamat datang, Yang Mulia Grand Duchess."

"Terima kasih. Mohon bantuannya," sahutku juga ikut menunduk dengan satu tangan di depan dada.

"Aileana, ayo. Aku akan mengajakmu berkeliling mansion," ajak Zeno seraya mengulurkan tangannya. Mumpung aku senggang.

Aku menerima uluran tangannya tanpa menjawab. Hari ini suasana hatiku terasa sedikit suram, jadi aku malas mau berbicara.

~~~

Hah... Hah...

Napasku serasa berada di ujung tanduk. Aku berani menjamin sebentar lagi kakiku akan patah. Sebenarnya ini rumah apa istana sih? Kenapa luas sekali?!

"Yang Mulia... kau tinggal sendirian di sini?" tanyaku setelah dia menunjukkan kamar ke 29 di mansion utama.

Ini mah sudah kayak hotel bukan tempat tinggal pribadi lagi. Lebih baik dia membuka bisnis penginapan saja, pasti untung banyak. Apa dia tidak kesepian tinggal di rumah besar ini seorang diri?

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ