Bab 66 - Kondisi

2.9K 624 76
                                    

(Silakan membaca bab sebelumnya jika lupa dengan jalan ceritanya.)

Happy Reading~

.

.

.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Istana Raja

Kalvin melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruang kerja ayahnya. Tangannya membawa sepucuk surat kusut, hampir tak berbentuk akibat cengkeramannya.

Sesampainya di depan pintu ruang kerja ayahnya, dua prajurit menghalanginya masuk. Mengatakan bahwa Raja saat ini sedang tak ingin diganggu oleh siapa pun, tanpa terkecuali.

"Minggir," titah Kalvin dengan suara rendah yang dingin. Menatap tajam nan garang pada dua prajurit tersebut.

Menahan gemetar di tubuh, kedua prajurit itu menelan ludah susah. "M-maaf, Yang Mulia Putra Mahkota. Yang Mulia Raja memerintahkan tidak boleh ada kunjungan, termasuk Putra Mahkota," ujar salah satu di antaranya. Mereka bingung harus menaati perintah siapa.

Raja atau Putra Mahkota?

"Kuperintahkan sekali lagi. Minggir atau kepala kalian lepas!" Kalvin memperingatkan sekali lagi sambil menggertakkan giginya.

Saling melirik, dua prajurit itu menghela napas pasrah. Mereka ragu, namun kemudian memilih menyingkir dan membuka pintu untuk sang Putra Mahkota. Sehabis ini, kepala mereka pasti dipenggal oleh Raja. Susah sekali bekerja di istana.

"Bukankah sudah kukatakan kalau aku tidak menerima tamu?!" seru Raja dengan mata terpejam begitu mendengar bunyi pintu yang terbuka. Ia berbaring di sofanya sambil memegang sebotol anggur merah yang tersisa sedikit. Pipinya dihiasi rona merah.

"Termasuk putramu sendiri, huh?" sahut Kalvin ketus. Diliriknya sang ayah yang tampak mabuk. Ck, dia tidak bekerja.

Sontak Herman membuka mata dan beranjak bangun, menatap putranya dengan tatapan polos layaknya anak kecil. "Ya. Termasuk kau," ujarnya dengan lirih.

Kalvin mendecih, menyugar rambutnya sembari mengambil napas dalam-dalam. "Ayah, tolong jelaskan maksud surat ini!" pinta Kalvin to the point sembari membawa kertas tersebut ke hadapan Raja.

Herman melirik sekilas, lalu membuang muka. Menegak anggur langsung dari botol, dia merebahkan diri kembali. "Kau kan punya mata, mulut, dan otak, tidak bisakah kau membacanya dan memahaminya sendiri?"

Baik. Saat ini terlihat asap tebal muncul dari ubun-ubun Kalvin. Dia tak bisa menahan amarah lebih lama lagi ketika mendengar jawaban acuh tak acuh tersebut.

Secepat kilat dia berdiri di depan ayahnya, memaksanya bangun dari posisi tiduran enak itu. Mencengkeram kerah baju ayahnya dengan kuat.

"Ayah berniat membunuh Zeno? Seperti dulu yang pernah Ayah lakukan? Tapi bagaimana jika pembunuh itu malah salah bunuh? Kalau dulu Ayah melakukan ini, aku tidak akan mempertanyakannya. Tapi kini berbeda. Bagaimana jika Aileana yang menjadi korbannya?!" serunya menggebu-gebu.

Sang Raja mengerjapkan mata, sesekali cegukan. Pandangannya terkesan tak peduli. Ini terlihat sangat menyebalkan di mata Kalvin. Pria muda itu tampak menahan cengkeramnya agar tak beralih mencekik sang ayah.

"Jawab aku, Yang Mulia!"

Setelah terdiam sejenak, Herman menjawab, "Tidak, tidak. Percayalah mereka tidak akan salah bunuh. Mereka itu pembunuh profesional!"

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang