Bab 57 (S2) - Kulit Bawang Yang Akhirnya Terkelupas

3.6K 840 246
                                    

Mataku langsung terbuka lebar bersamaan dengan mulutku. "Bukan begitu maksudku!" tukasku seraya menutupi bibirku dengan punggung tangan. Sialan, pipiku panas.

Zeno terkekeh kecil, lalu menuntunku menjauh dari ruangan tadi.

Kami berjalan menuju pintu keluar istana utama, di mana Matteo menunggu di sana dan Jasper menunggu di depan gerbang.

Namun, belum sampai ke pintu tersebut, Kalvin berlari mengejar kami.

Dengan sigap Zeno berdiri di depanku, menyembunyikanku di belakang punggungnya. Aku jadi tidak bisa melihat ekspresi dua orang itu.

Tapi syukurlah aku tak perlu menatap Kalvin. Soalnya setiap kali berhadapan dengannya, tinjuku ingin sekali kulayangkan ke wajah tampannya itu.

Kesal juga ya digoda oleh orang yang bukan suami sendiri. Ck. Aku bukan wanita murahan yang mudah bergeser ke sana sini.

Kalvin mengajak Zeno untuk berbicara empat mata di taman.

Ini pasti perbincangan antar pria yang sensitif, pikirku begitu.

Sebelum pergi, Zeno menyuruhku bersama Matteo tuk menunggunya kembali di kereta kuda. Aku menurutinya saja. Lantaran kakiku agak sakit akibat memakai sepatu hak tinggi ini.

"Sepertinya aku salah memakai sepatu," gumamku yang didengar oleh Matteo.

"Nyonya, mau bertukar sepatu dengan saya, tidak?" tawar ajudan itu sembari menunjuk kakinya.

Aku terhenyak lalu terkikik geli. "Ahaha. Kau ingin menggantikanku memakai sepatu hak tinggi menyakitkan ini? Tak perlu, Matteo. Aku tak apa-apa. Terima kasih atas kebaikanmu."

Membayangkan Matteo mengenakan high heels dan berjalan feminim sungguh aneh.

"Tapi Nyonya terlihat menahan sakit. Saya akan melepas sepatu saya untuk Anda kenakan sementara—" ucapan Matteo terpotong gara-gara satu suara ceria yang sudah lama aku tidak dengar.

"Astaga, Lean! Kebetulan sekali kita bertemu di sini."

Yap. Itu si Tessa, adik tiriku. Tawaku seketika lenyap digantikan muka malas. Ish! Kenapa aku harus bertemunya di sini, sih?!

Menarik napas sejenak, aku pun menyunggingkan senyum canggung. "Selamat siang, Nona Tessa. Ini hari yang cerah," sapaku basa-basi.

"Sudah dua bulan lamanya kita tidak bertemu. Lean tambah cantik ya," puji Tessa riang.

Ha.ha.ha. Justru bagus kita tidak bertemu tahu! "Hohoho. Terima kasih, aku sering mendengar pujian itu." Aku menutupi bibirku sok malu.

Sesuai mengucapkan itu, aku memerhatikan raut wajah Tessa yang berubah. Keningnya mengernyit samar.

Kujamin dia tidak menyangka aku membalas dengan percaya diri bukannya memujinya balik.

Kuakui Tessa memang cantik. Surai cokelatnya yang panjang dan bergelombang terkesan anggun, bibirnya tipis semerah mawar, dan iris birunya yang memiliki kemiripan denganku.

Dia tokoh utama wanita yang sempurna. Ya itu bayanganku ketika menulis novel ini.

Tetapi sayangnya, sejak mengetahui dia adik tiriku, aku jadi tidak menyukainya. Padahal dia tak berbuat salah apa pun padaku. Tapi firasatku mengatakan aku harus berhati-hati dengan gadis ini.

"Ada keperluan apa Lean sampai datang ke istana?" ucap Tessa sembari melirik Matteo di sampingku. "Oh? Bukankah Tuan ini adalah ajudan pribadi Grand Duke Alvaron?"

Aku dan Matteo langsung saling pandang. Bagaimana dia bisa kenal Matteo?

Seingatku, aku tak pernah bilang kepada orang-orang, khususnya pegawai di toko roti, bahwa Matteo itu ajudan pribadi Grand Duke Alvaron.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWhere stories live. Discover now