Bab 47 (S2) - Pengakuan Dadakan

5.2K 1.1K 208
                                    

Aileana POV

Aku berjalan mondar-mandir di ruang tamu istana. Ada tamu yang datang, namun mereka diarahkan ke aula singgasana Kaisar. Terus kenapa si kakak malah menyuruhku beristirahat di kamar sementara aku sudah sehat begini sih? Dia mencoba menyembunyikan apa lagi dariku?

"Seketika rasanya aku ingin membedah otaknya dan melihat isinya. Sebenarnya mempunyai kakak super bucin itu impianku sejak dulu, tetapi sekarang rasanya menjengkelkan," umpatku kesal.

Aku bersandar di pembatas jendela. Menikmati sapuan angin di wajahku, setidaknya kesejukan ini sedikit merendam kekesalanku. Aku kembali teringat percakapan beberapa hari lalu.

"Baginda Kakak, aku ingin menanyakan satu hal."

"Tanyakan saja." Aileon mengusap puncak kepalaku seperti biasa.

"Kenapa nama panggilan Kakak dengan Leonardo sama? Itu kebetulan kan?" Aku memicingkan mata. "Oh! Apa mungkin itu juga Kakak yang menyamar?"

Pria berambut perak itu mengernyitkan seluruh wajahnya. "Heh. Kau lupa kalau nama Leonardo itu kau sendiri yang usulkan? Lalu aku tidak menyamar menjadi dia. Aku ini orang sibuk. Panggilan Leon sendiri kau yang lontarkan pertama kali di saat orang tuamu memanggilnya Leo."

"Tapi kok bisa pas begitu?"

Aileon mengalihkan pandangannya ke depan. "Hm, sebenarnya aku sedikit memengaruhimu supaya kau memberi nama itu. Aku berharap kau dapat selalu mengingatku, jelasnya terdengar sedih. Ya walau kau tidak mengingatku, setidaknya aku senang mendengarmu mengucapkan nama itu."

"Lagi pula dua manusia yang berperan sebagai orang tua angkatmu itu adalah orang baik. Aku jadi tenang," imbuh Leon sembari mengusap pucuk kepalaku.

Hatiku tersentuh. Ternyata selama ini, aku dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku. Aku menepuk punggung lebar Aileon lembut. "Terima kasih selalu melindungiku, Kak."

"Sudah menjadi kewajiban seorang kakak melindungi dan merawat adiknya," ujarnya lembut sambil memamerkan senyum menawannya.

Aku mendengkus geli. Lalu teringat kejanggalan lain. "Waktu itu Kakak bilang pernah belajar bersamaku. Kapan? Kok aku tidak ingat?"

Aileon menyisir rambut depannya ke belakang. "Ah itu," katanya. "Kadang aku... sengaja merasuki si Leonardo itu. Cuma sebentar, tidak lama. Lantaran energiku cepat habis kalau berada di dimensi lain."

Mataku menyipit memandangnya. "Kenapa Kakak begitu? Pantas saja kadang tingkah Leon aneh dan lebih dewasa, selain itu dia juga sering melupakan apa yang baru aku ajarkan. Ternyata itu gara-gara Kakak, toh."

"Eum... aku melakukan itu karena merindukanmu. Rasanya istana sangat sepi," ucapnya seraya mengusap tengkuknya.

"Makanya menikahlah! Sampai kapan Kakak mau melajang? Kekaisaran ini butuh penerus tahu!"

"Heh! Tanpa kau tahu banyak sekali wanita yang mengantre padaku tahu. Kakakmu ini terlalu tampan jadi harus pandai-pandai memilih yang setara dengannya."

"Iyakan saja deh."

Aileon terkekeh sembari mengacak-acak rambutku. "Tapi tetap nomor satu di hatiku adalah Ai-ku yang imut ini. Senangnya aku bisa bersama Ai lagi. Sayang sekali, Ibu tidak bisa menemani kita."

Aku merengut sambil merapikan rambutku. Dalam hati, aku juga menyayangkan hal itu. Andai saja aku bisa bertemu dengan ibu kandungku.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWo Geschichten leben. Entdecke jetzt