Bab 38 (S2) - Menjadi Umpan?

5.9K 1.2K 247
                                    

Keesokan harinya~

Aku berjalan mondar-mandir seraya menggigit kuku jariku. Aku gelisah gara-gara adegan yang tidak pernah kutulis ini. Kasus penculikan itu lawannya adalah waktu. Sedetik saja terlambat, nyawa orang yang diculik bisa melayang.

Dalam otakku terlintas sebuah ide yang cukup membahayakan, namun peluang berhasilnya juga ada. "Menjadi umpan. Kalau di drama detektif, biasanya mereka akan menyamar dan menjadikan dirinya umpan agar penjahatnya keluar. Lalu penjahat dikepung dan berhasil di tangkap."

Bukankah itu ide yang bagus? Aku manggut-manggut. Tak kusangka banyak menonton drama ternyata bisa membantuku. Aku akan mengatakannya pada Zeno.

"Tidak! Tidak akan kuizinkan kau melakukan itu," bantah Zeno dengan tegas. Matanya menatapku tajam.

"Kenapa? Bukankah itu cara yang efektif?" tanyaku dengan dahi berkerut.

"Sekali kubilang tidak ya tidak, Leana. Itu berbahaya. Apalagi kau seorang wanita."

"Tapi aku bukan wanita lemah! Aku bahkan bisa menyihir mereka menjadi sapi," tukasku cepat, tanpa sadar mengatakan kata 'menyihir'.

Zeno mendengus sembari mengacak surai gelapnya. "Lawan kita adalah orang yang bisa mengendalikan sihir terlarang, sejenis sihir kuno yang sudah musnah sejak ratusan tahun lalu," jelasnya.

"Sihir kuno jenis terlarang ya?" Sebuah suara terdengar dalam benakku.

Heh? Aku langsung celingak-celinguk dengan kebingungan. Di ruangan ini kan hanya ada aku dan Zeno. Suara siapa itu?

"Leana? Kau kenapa?" pertanyaan Zeno tidak kuhiraukan.

Aku malah bertanya balik. "Yang Mulia, kau dengar suara orang berbicara selain kita tidak?"

"Huh?" Zeno memiringkan kepalanya bingung. Bisa dipastikan reaksinya tidak dibuat-buat.

"Jangan bertingkah seperti itu. Kau membuat dirimu terlihat seperti orang tidak waras." Suara itu menghardik. Sekarang terdengar semakin jelas.

Aku baru ingat, ini suara yang kudengar dua hari lalu. Jangan bilang....

"Ya! Benar sekali, Wahai Cucuku. Aku adalah Ailous. Sejak malam itu, kita akhirnya bisa berkomunikasi secara pribadi ya. Aku senang sekali loh," jawab suara itu dengan riang. Kedengarannya sangat tidak cocok.

"Leana? Ai?" Zeno sudah berdiri di hadapanku sambil memegang pundakku. "Kau baik-baik saja?"

Aku tersentak. "Eh? Ya. Aku sehat," jawabku kikuk.

"Benarkah?"

"Uh... Suami yang perhatian," komentar Dewa Ailous yang membuat pipiku terasa memanas.

Bisa tidak Anda diam?! Rutukku dalam hati. "Aku sangat~ sehat setelah tidur puas selama dua hari, Yang Mulia. Jangan khawatir."

Bukannya menjauh, Zeno malah mendekatkan wajahnya, spontan aku menjauhkan kepalaku. Kenapa sih dia suka sekali mendekatkan wajahnya yang tampan itu? Jantung sialan ini juga langsung bertingkah aneh.

"A-apa ada sesuatu di wajahku?" tanyaku yang terdengar sangat klise.

"Aku mau memeriksa suhu tubuhmu. Wajahmu tiba-tiba memerah," ujarnya dengan polos. "Aku takut kau demam." Hidung kami dikit lagi bersentuhan dan itu membuat pipiku bertambah panas.

"Loh? Sekarang tambah merah dan sedikit panas. Kurasa kau harus beristirahat, Leana," ujar Zeno yang kini telah menempelkan kening kami.

Ukh! Dia ini memang polos atau pura-pura tidak tahu sih? "A-aku tidak demam. Ini karena cuacanya panas. Jadi tolong jauhkan wajahmu," cicitku dengan mata terpejam. "Kumohon."

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWhere stories live. Discover now