Bab 46 (S2) - Mencurigai Marquess

4.6K 1.1K 115
                                    

Aileon duduk di singgasananya dengan dagu sedikit ditinggikan. Tatapan matanya dingin terkesan angkuh. Satu tangannya menopang dagu mengamati dua orang penting di depannya.

"Kita bertemu lagi, Marquess dan Adik Ipar yang tidak ingin kuanggap," sapa Aileon datar. "Bukankah aku sudah menulisnya dengan jelas di surat itu? Apa masih kurang kutegaskan bahwa jika kalian menyayangi Ai, jangan pernah menemuinya?"

Suara yang dikeluarkan begitu berat dan menusuk. Namun, kedua lawan bicaranya tidak terpengaruh oleh aura arogan yang dikeluarkan sang Kaisar. Tekad mereka untuk segera menemui Aileana terlalu kuat.

"Saya tidak membaca bagian itu," balas Marquess dengan wajah tanpa dosa. "Baginda yakin sudah menulisnya dengan benar?"

Aileon mendengkus sembari mengetuk pipinya. "Kau bertambah berani ya, Hendrik. Jangan kira aku memintamu menjaga adikku, kau bisa seenaknya menentangku dan jadi besar kepala," sinisnya.

Aura tidak senang makin menguar dari Aileon. Dia ingin sekali mengusir para pengganggu ini. Namun, jikalau Aileana mengetahui perbuatannya, apa Aileana akan marah? Pasti marah sih. Pasalnya, adiknya itu terus menanyakan kabar dua manusia di depannya itu.

Aileon sampai harus berpura-pura budek, mengalihkan topik, dan beralasan sibuk sehingga tidak punya waktu tuk mencari tahu kabar kedua orang itu. Mengingat itu membuat Aileon memutar mata jengkel.

"Reynald bukanlah nama Anda yang sebenarnya?" tanya Zeno setelah bungkam sekian lama. "Dan nama Anda sebenarnya itu Aileon?"

Pada awalnya ketika memasuki ruangan ini, Zeno terkejut kala melihat wajah yang tidak asing sedang duduk di atas kursi takhta sang Kaisar. Itu Reynald dalam balutan pakaian resmi militer dan jubah mewah ala keluarga bangsawan, menatap mereka dengan tajam nan dingin.

Aileon menyunggingkan senyumnya terkesan mengejek. "Tentu bukan. Itu nama pemberian Ai. Di surat aku sudah memperkenalkan diri secara singkat. Ah, aku juga sudah bilang kan kalau kita bertemu lagi, maka kau akan mengetahui identitas asliku."

Selain penyihir kelas atas, ternyata dia juga adalah seorang Kaisar. Pantas saja auranya seperti tukang perintah dan hobi mengancam. Zeno manggut-manggut. "Ya, benar."

"Baginda, maaf mengganggu," panggil Marcel dari arah pintu masuk membuat tiga orang itu mengalihkan perhatian padanya. Marcel membungkuk sebentar. "Tuan Putri menolak beristirahat di kamar. Beliau bilang tidak mau membuatkan Baginda kue kalau Baginda memaksanya lagi."

Laporan Marcel membuat mata Zeno dan Hendrik yang redup seketika cerah kembali. Itu artinya Aileana baik-baik saja. Perempuan itu sudah sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya.

"Di mana istri saya?" sergah Zeno spontan.

"Katakan Baginda, di mana putri saya?" timpal Hendrik. Kedua manusia itu saling berganti bertanya tanpa jeda. Raut wajah mereka tampak lega dan bersemangat ingin bertemu kembali dengan orang yang dimaksud.

"Heh? Putrimu?" Kening Aileon berkerut dalam. "Sudah kukatakan kan kalian tidak boleh menemuinya! Ai-ku selalu terluka ketika bersama kalian," sahutnya dingin.

"Aileon, kurasa kau harus membiarkan mereka bertemu dengan Aileana. Bukankah belakangan ini Aileana sering menanyakan kabar suami dan ayahnya? Kau tidak bisa menghalangi mereka bertemu terutama suaminya. Ingat kan dengan aturan para penyihir?" ucap Ailous sekadar memperingatkan cucu buyutnya itu.

Aileon menyibak surainya ke atas sembari mendengkus. Benar yang dikatakan si Kakek, dia sebenarnya tidak punya pilihan. Para penyihir yang sudah menikah tidak boleh dipisahkan atau pun berselingkuh. Karena jika itu terjadi maka salah satunya akan mati atau bisa jadi dua-duanya akan mati.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWhere stories live. Discover now