Bab 32 - Batu Sihir Yang Terlarang

6.6K 1.2K 173
                                    

Saat musim semi, suhu pada malam hari terasa dingin. Orang-orang menyembunyikan badan mereka di balik hangatnya selimut.

Jam menunjukkan pukul 10 malam, semua orang terlelap dalam mimpinya kecuali Zeno. Waktu yang menunjukkan di atas pukul 8 malam, sudah dianggap larut. Tapi pria itu masih berkutat dengan dokumennya.

Siang tadi dia menerima laporan resmi mengenai hilangnya anak-anak di ibu kota secara misterius. Lenyap tanpa jejak. Bahkan penyihir kerajaan di turunkan untuk menginvestigasi apakah terdapat penggunaan sihir di balik penculikan ini.

Namun, nihil. Tidak terdeteksi adanya penggunaan Mana. Ini berarti semua penculikan dilakukan oleh manusia biasa. Ada seorang saksi yang mengatakan bahwa ia melihat seseorang bertudung hijau menggendong seorang bocah yang tengah tertidur.

"Jadi saksi itu hanya melihat dan tidak menolong?" tanya Zeno pada Matteo. Kedua orang itu membahas kasus ini selama 4 jam.

Matteo mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Pria setengah baya itu bilang orang bertudung itu mengenakan pedang panjang di pinggangnya, karena itulah ia langsung kabur gara-gara ketakutan."

Zeno berdeham singkat menanggapi. "Baiklah. Kau boleh pergi beristirahat, Matteo," kata Zeno seraya membaca berkas kasus tersebut.

"Bagaimana dengan Anda, Yang Mulia?"

"Aku mungkin akan tidur setelah memeriksa laporan tertulis ini." Zeno tersenyum pada ajudannya itu. "Tidak apa-apa. Tidurlah. Besok masih ada tugas menunggumu."

Pria berambut cokelat itu mengembuskan napas pelan. "Baiklah. Selamat malam, Yang Mulia. Ingat, jangan tidur dini hari! Apalagi sampai tidak tidur. Mengerti?" ocehnya di akhir.

Zeno terkekeh seraya melambaikan tangannya. "Iya."

Sepeninggalan Matteo, pemilik surai gelap itu terhanyut dalam penyelidikannya. Dia tidak sadar bahwa jarum jam sudah menunjuk angka 2, yang berarti sudah dini hari. Hari yang baru telah dimulai.

Zeno juga lupa kalau hari ini merupakan tanggal 15 bulan ketiga. Pria itu tidak waspada akibat langit yang masih gelap gulita.

Perlahan rasa menyengat mulai menjalar dari lehernya menuju sebagian wajah. Garis-garis seperti akar itu mulai muncul menghiasi wajah kanan Zeno disertai rasa sakit bagaikan tertusuk ribuan jarum.

Sontak pria itu mengerang sambil memegangi mukanya. Napasnya memburu, satu tangannya terkepal erat sampai urat nadinya timbul. Kertas-kertas di atas meja sudah berhamburan ke mana-mana.

"Arghh!!" erangnya tertahan. Area muka terkutuknya itu makin terasa nyeri, warna kulitnya memerah efek menahan kesakitan tersebut.

Zeno terjatuh ke bawah, peluh membanjiri pelipisnya. Dia berusaha membuka laci walau sekujur tubuhnya gemetar dan meraba-raba di sana, berharap dapat menemukan topeng mukanya. Memang penutup wajah itu dapat meringankan gejala sakitnya sesaat karena mengandung sihir tetapi itu tidak cukup ampuh.

"Sial! Di mana benda itu?!" tanyanya pada diri sendiri. Tepat saat itu, benaknya terlintas seseorang yang dapat menenangkan kutukan ini. Orang itu tengah tertidur pulas di kamar. "Aileana."

Dengan cepat, pria itu beranjak bangkit. Langkah kakinya tidak stabil, bahkan dia sempat tersandung kakinya sendiri. Sepanjang perjalanan, rintihan tak henti-henti keluar dari bibir pucatnya. Satu tangannya yang bebas digunakan untuk meraba dinding dikarenakan penglihatannya buram efek kutukan kambuh.

Setelah berjuang melewati belokan dan lorong panjang, sampailah dia di kamar tidur utama. Diputarnya kenop pintu perlahan. Di sana terdapat seorang wanita sedang berselancar di alam mimpi.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang