Bab 41.2 (S2) - Penyelamatan

4.9K 1.2K 188
                                    

Hari sudah petang, penyisiran tetap dilakukan seperti biasa. Namun, yang membedakan sekarang ialah adanya pasukan tambahan dari istana.

Zeno memutar bola matanya malas. "Kenapa kau juga ikut kemari, Kalvin?" tanya Zeno dengan ekspresi muak.

"Apa pedulimu? Aku hanya ingin cepat menemukan Aileana," balas Kalvin cuek. "Dan anak-anak yang hilang itu."

Zeno mengepalkan tangannya. Dia tidak suka ada pria lain yang menyebut nama istrinya sembarangan. "Jangan sebut nama istriku seenaknya!"

Kalvin membalas dengan penekanan. "Terserah aku yang mau memanggilnya bagaimana."

"Heh. Putra Mahkota sepertinya melupakan hukum negara ini akibat terlalu sering bermain wanita di luar," cibir Zeno seraya memamerkan senyum remeh.

"Kau—" ucapan Kalvin terpotong karena tiba-tiba suasana hutan berubah menjadi mencekam. Burung-burung beterbangan diiringi suara tawa melengking dari dalam hutan. Terasa ada hawa kuat dan suram menguar dari sana.

Perasaan Zeno menjadi tidak enak. Dia bergegas menyuruh pasukannya memasuki hutan. Kalvin juga melakukan hal serupa.

"Telusuri area sekitar sini dengan teliti!" titah Zeno tegas.

"Baik!"

Leana, kumohon, semoga kau baik-baik saja. Zeno menggigit bibir bawahnya gelisah. Dia dan pasukannya semakin masuk ke dalam hutan.

Derap langkah kaki yang tergesa-gesa, suara semak yang disibak kasar, dan seruan orang-orang dewasa menyelimuti area hutan tersebut. Membuat para bocah itu semakin terjatuh dalam ketakutan.

"Yang Mulia Grand Duke, kami menemukan jejak kaki tidak beraturan menuju ke arah sana," lapor salah satu pasukan Zeno. Kesatria itu menunjuk rumput tinggi yang sedikit berguncang itu, padahal tidak ada angin sama sekali.

Zeno memicingkan matanya, berjalan perlahan ke arah sana. Mengendap-endap bagaikan singa yang mengintai mangsanya. Satu tangannya terangkat memberikan isyarat untuk diam. Di belakangnya, beberapa kesatria telah bersiaga. Tak terkecuali Kalvin.

Saat tangan Zeno hampir menyentuh ujung daun tersebut, Jino tiba-tiba melompat keluar. "Bawa saja aku! Jangan lukai teman-temanku!" serunya kencang sambil merentangkan tangan.

Suara nyaring desingan pedang yang dikeluarkan dari sarung membuat tubuh Jino menggigil. Semua orang menjadi waspada gara-gara terkejut.

"Eh?" Zeno dan bocah itu saling bertatapan beberapa saat. "Sedang apa kau di sini?" tanya Zeno kemudian.

"A-Anda siapa? Kalau Anda penculik, bawa saja aku. Teman-temanku tidak ada di sini," sahut Jino takut-takut.

"Bocah, kalau kau mengatakan begitu, justru teman-temanmu dan kau tidak akan selamat," ucap Zeno tidak habis pikir. Perkataan Jino malah menguatkan bahwa mereka tengah bersembunyi di balik semak-semak itu.

"Hai, Adik Kecil. Siapa namamu?" Kalvin mendekat seraya berjongkok di depan Jino. "Aku Kalvin dan dia Zeno. Kami orang baik kok."

"Sa-saya Jino." Jino menjawab dengan takut-takut.

"Jino?" ulang Zeno merasa familier. Lantas matanya terbelalak. Spontan dia memegang bahu Jino. "Kau adiknya Selfina?"

"A-Anda juga kenal kakak saya?" Jino menelan ludahnya takut. Bahkan suaranya terdengar bergetar.

Zeno mengangguk. "Dia adalah pelayan kesayangan istriku."

Mendengar itu, mata Jino langsung berbinar. "Jadi Anda ini adalah suami dari Nona Aileana? Kebetulan sekali!" ucap Jino senang, namun raut wajahnya langsung berubah. "Tapi Nona belum kembali ke sini."

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWhere stories live. Discover now