Bab 49 (S2) - Kilasan Masa Lalu

4.3K 850 51
                                    

Author POV

1500 Tahun Lalu, Sebelum Kekaisaran Argose Berdiri.

Masa Penghancuran. Sejarah terkelam dalam peradaban umat manusia. Kerajaan besar maupun kerajaan kecil berperang tanpa henti setiap harinya. Satu per satu negara lenyap dan hanya meninggalkan secuil nama.

Manusia saling menghancurkan sesamanya. Diliputi rasa iri, dengki, dendam, dan nafsu, manusia secara gelap mata menyerang orang-orang yang dibencinya. Belas kasihan hanyalah sebuah tulisan tak berarti. Hati nurani pun dianggap hanya sebongkah sampah.

Kala itu, kobaran api mewarnai langit dapat dilihat hampir setiap waktu. Sejauh mata memandang, asap hitam dengan latar jingga sudah menjadi santapan sehari-hari. Kota ini baru saja hancur, sehancur-hancurnya. Jeritan kesakitan, teriakan minta tolong, dan tangisan melolong di udara.

Ini merupakan kota yang ke sepuluh dalam dua bulan ini. Ailous memerhatikan keadaan kota itu dengan sendu dari atas bukit tinggi. Kenapa semuanya menjadi begini ketika dia baru terbangun? Siapakah dalangnya? Apa penyebab manusia menggila? Pertanyaan ini terus terlintas dalam benaknya.

"Sungguh tega," gumamnya pilu. Dia baru saja menyelesaikan meditasi terakhirnya yang berlangsung selama 25 tahunnya. Begitu membuka mata, dunia telah berubah total. Kehangatan dan kebaikan hanya sebatas wacana kosong.

Suara tawa menggelegar di sampingnya diikuti suara daun kering yang tersibak. Ailous tidak menengok. Dia tahu pemilik suara itu.

"Bagaimana, Kawan? Bukankah ini dunia yang indah?" tanya suara tersebut, begitu melengking. "Lihatlah ke langit, mereka sedang menyalakan api kegembiraan. Sebuah pesta!"

"Zetana," tegur Ailous datar. "Ini perbuatanmu?"

Zetana dengan mata berbinar-binar menatap Ailous bersemangat. "Eum! Bagaimana menurutmu? Masih ingatkah kau dengan harapanku 30 tahun yang lalu? Katamu, kesaktian kita tidak boleh di sia-siakan. Kita harus menolong umat manusia. Maka dari itu aku mewujudkannya," jawabnya riang.

"Kau sudah gila ya?" geram Ailous seraya mengepalkan tangannya. Suaranya yang biasa jernih berubah menjadi berat dan menusuk. "Ini namanya kehancuran bukan penyelamatan!"

"Para manusia itu memendam rasa sakit dan sesak dalam lubuk hati mereka. Kalau tidak dikeluarkan, ditakutkan bisa tumbuh menjadi penyakit yang berbahaya. Kalau sudah begitu, mereka tidak dapat tertolong lagi dan akan mati muda," jelas Zetana sambil manggut-manggut.

Merasa perbuatannya sudah benar, Zetana tersenyum lebar. "Aku menyelamatkan mereka dari kesengsaraan terpendam itu," lanjutnya.

Cukup sudah mendengar nada riang tidak berdosa itu. Amarah Ailous telah mencapai ubun-ubun. "Justru yang sedang kau lakukan saat ini yang paling berbahaya! Kau tahu itu?!" bentak Ailous menatap nyalang kawannya.

Pria berambut hitam keunguan itu terhenyak. Selama mereka berteman ratusan tahun, Ailous tidak pernah membentaknya. "Ailous, kau... tidak setuju denganku?" Zetana bertanya karena terkejut.

Rambut perak Ailous berkibar terkena hembusan angin panas, sejenak dia memejamkan matanya. "Kita diturunkan oleh Langit dan dipercayakan mewarisi kekuatannya untuk menyelamatkan dunia ini. Tetapi kau malah menggunakan sebaliknya," ungkap Ailous lirih.

"Aku hanya membantu—"

"Berhenti mengatakan kau membantu para manusia lemah itu! Lihat ke sana! Perhatikan!" tunjuk Ailous ke kota yang masih dilahap si jago merah dan berselimutkan asap hitam. "Buka matamu dan tajamkan telingamu baik-baik. Lolongan permintaan tolong yang memilukan itulah yang harus kita bantu."

Zetana membisu sembari memandang ke depan. Partikel debu hasil pembakaran beterbangan di udara, suhu panas yang bertiup ke arahnya bisa dirasakan oleh kulit tangannya yang tidak tertutup kain. Sejenak dia merenung lalu menunduk murung.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukWhere stories live. Discover now