Bab 62 (S2) - Kegelisahan

3.4K 748 240
                                    

Istana Utama Raja

"Jones, apa kau sudah melaksanakan perintahku tempo hari?" tanya Herman sembari menautkan jari-jarinya. Sudah beberapa minggu berlalu, namun keresahan dalam hatinya bukannya mereda, malah semakin meningkat.

Sang Raja menggoyangkan kedua kakinya gelisah. Bibirnya pucat dan kering, bahkan terlihat beberapa luka di sana. Akhir-akhir ini nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya berkurang. Herman tak makan dan minum dengan baik.

Dia terlalu khawatir. Khawatir akan masa depan takhta kerajaan bakal diduduki oleh orang lain, bukan putranya. Entah mengapa firasatnya ini kuat sekali.

"Sudah, Yang Mulia. Saya berhasil menemukan serikat pembunuh bayaran profesional yang Anda minta," jawab Jones seraya tersenyum.

Herman mengangguk. Memejamkan matanya sejenak, dia memaksakan senyum di wajah keriputnya. Lingkaran matanya tercetak jelas, sangat hitam dan membengkak. Kondisinya saat ini sungguh memprihatinkan dan suram.

"Suruh mereka beraksi secepat mungkin. Aku akan membayar berapa pun asal bocah itu mati. Lalu tangkap wanita itu hidup-hidup, jangan sampai ada satu titik luka pun yang tergores di tubuhnya. Calon putri mahkota tak boleh mempunyai bekas luka. Kau mengerti?" titah Herman menggebu-gebu.

"Baik, Yang Mulia."

Lihat dan tunggu saja. Kaisar Argose sekali pun tak kan bisa memprediksi rencana brilianku ini.

~~~

Udara malam berhembus agak kencang daripada biasanya. Terasa dingin, namun tidak sampai membekukan darah. Seorang pria menatap lurus ke arah jendela kamar seorang gadis yang tengah meringkuk dalam selimutnya.

Rambut hitam keunguannya bergerak-gerak akibat dipermainkan angin. Melipat tangannya dengan satu jari mengetuk lengannya, dia berkata, "Jadi Raja tua itu mulai bergerak ya? Tidak sabaran sekali."

"Benar, Tuan. Rencananya para pembunuh itu akan beraksi tiga malam lagi," lapor bawahannya yang berbentuk gumpalan awan hitam.

"Hm..." Zetana bergumam sembari menyandarkan punggungnya ke batang pohon. Menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi nyawa kerabatnya demi menculik wanita keturunan Ailous itu, sama saja dengan melemparkan diri secara sukarela ke jurang neraka.

Bagaimana mungkin manusia biasa bisa menghadapi penyihir kelas atas sekaligus keturunan Dewa langsung? Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya? Ditambah pasangan wanita itu bukanlah orang sembarangan, melainkan pahlawan perang yang kemampuan berpedangnya di atas rata-rata.

"Dia bodoh atau bagaimana sih? Bisa-bisanya membuat rencana konyol begitu. Apa isi kepalanya hanya tentang keamanan takhta?" Zetana tak habis pikir dengan kelakuan penguasa kerajaan ini yang gegabah. Herman, Raja saat ini tidak mempunyai kualitas sebagai pemimpin yang bijak dan cerdas.

Kenapa dia bisa naik takhta dulu ya? tanya Zetana dalam hatinya.

Zetana lalu berdecak seraya mengumpat pelan. Disibaknya rambutnya masih dengan pandangan ke arah kamar tersebut. Tangisan gadis itu terdengar jelas di telinganya. Entah mengapa hatinya ikut terasa sakit.

Ini sangat mengganggu fokusku, ringis Zetana sembari mengulum bibirnya.

"Apa yang harus hamba lakukan, Tuan?" tanya kabut tersebut, melayang ke depan Zetana.

"Apa lagi, ya tentu saja menggagalkannya. Jika pria itu mati, maka gadis menyedihkan itu juga akan ikutan mati, dengan membunuh dirinya sendiri," ucap Zetana.

Sudah cukup cintanya ditolak habis-habisan. Kalau sampai orang itu meninggal, aku tidak tahu apalagi yang bisa menenangkannya, batinnya khawatir.

Aku Menikahi Grand Duke TerkutukOnde histórias criam vida. Descubra agora