Lelah

2.7K 159 13
                                    

Levi berada di ruangan kepala sekolah dengan wajahnya yang babak belur akibat pukulan dari orang-orang yang ia anggap musuh, satu jam yang lalu ia dan kawan-kawannya tengah melakukan perkelahian antar sekolah, beberapa guru berhasil memergoki mereka dan mengancam akan memanggil polisi jika mereka tidak menghentikan nya, dan disinilah Levi sekarang, menunggu Ibunya yang datang karena di panggil kepala sekolah.

Ini bukan yang pertama kalinya Kuchel Ackerman, ibu dari Levi itu dipanggil ke sekolah oleh guru-gurunya, melainkan ini sudah yang kesekian kalinya sehingga Kuchel tak bisa menghitungnya sendiri dengan jari ketika surat-surat panggilan dari sekolah selalu bermunculan hampir setiap Minggu, bahkan surat itu masih menumpuk di tempat sampah.

Tidak lama bagi Kuchel untuk sampai disekolah dan menghadap kepala sekolah, lalu ia dengan tergesa-gesa langsung duduk di kursi sebelah Levi yang berhadapan langsung dengan kursi kepala sekolah.

"Selamat siang pak.." ucap Kuchel sedikit terengah-engah.

Kepala sekolah menganggukkan kepalanya. "Selamat siang nyonya Ackerman, saya yakin anda tahu mengapa kami memanggil anda kemari.." ucap kepala sekolah tersebut.

Kuchel mengangguk sambil sedikit menatap putranya yang menunduk. "Saya tahu tuan.." ucapnya menjawab perkataan kepala sekolah.

"Levi mengadakan perkelahian dengan sekolah lain, bahkan perkelahian itu memakan banyak korban, beberapa temannya sedang di rawat di rumah sakit karena mengalami luka yang lumayan serius" ujarnya.

Kuchel harus menahan rasa malu setiap ia dipanggil ke sekolah, lalu sang kepala sekolah kembali melanjutkan perkataannya. "Saya tidak ingin itu terjadi lagi di sekolah ini, Levi membawa pengaruh buruk bagi sebagian besar teman-temannya.."

Levi memang tampak menyesal, namun sebenarnya ia tengah kesal karena kepala sekolah itu mengganggu acara perkelahian yang sudah mereka rencanakan di jauh hari.

Kepala sekolah berbicara lagi. "Karena Levi tidak pernah bisa memperbaiki dirinya, kami sudah tidak bisa memberikan toleran terhadapnya, dengan sangat menyesal, Levi harus di keluarkan dari sekolah.."

Baiklah baiklah.. kini Levi mulai panik lalu menatap kepala sekolah. "Kenapa aku harus keluar dari sekolah? Aku tidak seburuk itu, lagi pula wajar saja kalau kami mengadakan perkelahian, kami masih muda dan bapak juga pasti pernah nakal"

"Levi!" Tegur Kuchel yang tampak marah.

Kepala sekolah menatap Levi dengan tajam. "Bapak tahu, tapi jika kalian terus seperti itu dan tidak memikirkan masa depan, mau jadi apa nantinya? Kau juga harus belajar giat agar bisa mencapai cita-cita mu dan membahagiakan keluarga mu, hidup ini bukan tentang dirimu sendiri Levi.."

Levi menggertakan giginya, Kuchel hanya menghela nafasnya pasrah, ia sudah memberikan Levi beberapa nasihat namun tetap saja itu tidak mempan terhadap Levi, ia juga sering memarahi Levi karena tidak bisa menjadi anak yang baik seperti yang ia harapkan, ia benar-benar sudah lelah.

Kuchel sedikit membungkukkan badannya. "Kalau begitu saya terima keputusan anda untuk mengeluarkan Levi dari sekolah ini, sekali lagi maafkan anak saya dan terima kasih atas bimbingannya selama dua tahun ini" ucapnya.

Kepala sekolah ikut membungkukkan badannya sedikit. "Maafkan saya juga yang sudah membuat keputusan pahit, namun kami tidak bisa membiarkan Levi terus berada disini.."

"Saya mengerti, terima kasih kepala sekolah.." Kuchel langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu ia menatap Levi. "Ayo pulang, ibu ingin membicarakan sesuatu.."

Levi memutar bola matanya, tak ada pembicaraan penting yang akan dibicarakan ibunya kecuali ocehan yang akan membuat gendang telinganya sakit, dengan malas Levi beranjak dari tempat duduk dan mengikuti langkah Kuchel menuju parkiran mobil.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Where stories live. Discover now