Bubur

462 71 12
                                    

Sesampainya di rumah, Erwin langsung keluar dari mobil dan hendak berjalan masuk kedalam rumah, namun entah mengapa pusing nya semakin terasa sakit dan dunia terasa berputar dimatanya, ia bahkan merasa ingin mengeluarkan semua isi perutnya, mungkin ia benar-benar kelelahan setelah mendaki, ditambah ia kurang tidur dan hanya memakan mie instan saat digunung.

"Erwinn" Levi segera memegangi tubuh pria itu dan merangkulnya, menuntunnya untuk berjalan ke kamarnya.

"Tolong kemasi semua barang-barang yang ada di bagasi mobil" ucap Levi pada seorang pelayan yang ditemui nya, sementara dirinya melanjutkan perjalanan menuju kamarnya di lantai dua.

Setelah sampai, ia langsung menidurkan Erwin di atas kasur dan membuka jaket yang dipakai pria itu, lalu menyelimutinya dan mengambil alat kompres untuk bayi karena biasanya ketika ia demam, ia menempelkan alat tersebut di atas dahinya, ia pun langsung menempelkan alat tersebut di dahi Erwin.

"Levi, saya tidak demam, hanya sakit kepala.." ujar nya dengan suara serak.

"Sama saja!" Sentak Levi.  "Kau mau makan apa?"

"Apa saja"

Levi bangkit dari duduknya dan berjalan ke dapur, ia hendak memasak dan para pelayan segera menghampirinya.

"Tuan Levi, biarkan kami saja yang memasak" ucapnya.

"Aku ingin memasak" ucap Levi. "jadi kalian diam saja.." nadanya lebih seperti memerintah, sehingga semua pelayan itu terdiam menyaksikan tuannya yang tidak pernah memasak apapun dan kini ia bilang bahwa dirinya ingin memasak.

Levi memasak bubur dan menuangkan tiga sendok teh garam kedalam nya, para pelayan itu melotot kaget.

"Tu-tuan Levi, biar kami saja yang memasak" tawarnya sekali lagi.

"Kubilang tidak usah, aku yang akan memasak!" Sentaknya.

"Tapi.."

"Kalian bisa pergi, aku bisa sendiri" kini Levi mulai mengaduk bubur tersebut, ia bisa mencium aromanya yang terasa harum. "Sepertinya sudah sempurna, mungkin di tambah garam sedikit akan lebih sempurna.."

"Tuan Levi.." pelayan itu hanya bisa pasrah ketika melihat Levi yang menuangkan dua sendok teh garam kedalam panci, setelahnya ia kembali mengaduk bubur tersebut seraya mematikan kompor.

"Nah, Erwin pasti menyukainya.." ia tersenyum lebar.

Para pelayan itu menatap satu sama lain, merasa kasihan kepada Erwin yang mungkin nyawanya sedang terancam.

"Tuan Levi, mungkin anda harus mencicipi nya dulu.." salah seorang pelayan memberi usulan, ia tidak berani memberikan komentar karena Levi terbilang anti kritik.

Levi yang tengah menuangkan bubur kedalam mangkuk hanya menggeleng. "Tidak usah, ini sudah sempurna, lagi pula kasihan Erwin menunggu lama, dia sedang sakit"

Para pelayan itu jadi terkejut. "Tuan Erwin sakit?!"

"Iya, maka dari itu aku membuatkannya bubur.."

"Tuan Erwin akan semakin sakit.." seorang pelayan berbisik ke pelayan lainnya.

"Tuan Levi, sebaiknya kami saja yang mengantar buburnya, anda mandi saja dulu.."

Levi lagi-lagi menggeleng. "Aku akan mengantarnya untuk Erwin"

Para pelayan itu menatap kepergian Levi dengan wajah khawatir, mereka terus mengikuti Levi sampai pria itu sampai didepan pintu kamarnya.

"Tuan Levi, biar kami sa—"

"Kubilang aku bisa sendiri!" Sentak Levi yang mulai jengkel, lalu ia membuka pintu dengan kakinya dan menutupnya dengan keras.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang