Diterima!

379 54 5
                                    

Sudah tiga hari semenjak ayahnya tahu siapa dirinya, Erwin sudah tidak pernah berbicara dengannya lagi, bahkan sekedar berpapasan saja ia tak pernah, ia tak berani menatap ayahnya yang sepertinya tak bisa menerimanya dan kecewa padanya.

Erwin selesai mengajar di kelas sepuluh Grafika, ia langsung masuk kekelas dua belas Grafika, didalam sangat ribut sehingga membuat Erwin harus menyuruh mereka untuk diam sebelum akhirnya kelas kembali sepi.

"Minggu depan ujian akan segera dilaksanakan, saya harap kalian sudah mempersiapkan diri dan belajar dengan baik" ucap Erwin.

Semua anak mengangguk, menyakinkan Erwin bahwa mereka sudah belajar giat dan bisa melewati ujian.

"Semangat!" Seru Erwin sambil tersenyum pada mereka semua.

Untuk Minggu ini Erwin membiarkan mereka untuk fokus belajar, tidak memberikan tugas dan hanya memberikan kisi-kisi untuk ujian mereka Minggu depan.

Setelah Erwin selesai dengan kelas Grafika, ia langsung pergi menuju lab, berencana untuk  beristirahat sejenak disana sambil merekap nilai anak-anak nya.

Namun saat ia berjalan di lorong, ia berpapasan dengan kepala sekolah yang sudah tidak dilihatnya selama tiga hari ini, tapi kenapa di hari keempat Erwin malah bertemu dengannya? Sialan..

Erwin membuang muka dan tidak menatap Edward, namun Edward langsung menahan lengannya dan membuat Erwin berkeringat dingin, apakah ayahnya akan benar-benar memaksanya untuk mencintai perempuan?

"Erwin, ayah mau bicara" ucapnya.

Erwin menelan ludahnya. "Di lab.." ucapnya, maksudnya mengatakan bahwa mereka bisa berbicara di lab saja, karena kebetulan Erwin juga akan pergi ke lab.

Mengerti dengan perkataan putranya, Edward mengangguk dan mengikuti Erwin dari belakang, tak butuh waktu lama hingga akhirnya mereka sampai di lab dan Erwin membuka kunci nya.

Erwin menyuruh ayahnya masuk lalu ia kembali menutup pintu, ayahnya duduk di salah satu kursi yang seperti biasanya akan ada komputer di atas meja.

Erwin duduk dikursi sebelah ayahnya, ia duduk diam tanpa berani mengeluarkan suara, ia hanya akan bersuara ketika ayahnya membutuhkan jawaban.

Edward mengembuskan napasnya, lalu menatap putranya yang tengah menunduk karena tak berani menatap ayahnya.

"Erwin, soal waktu itu... ayah minta maaf, ayah terlalu kaget mengetahui kebenarannya.." ucap Edward yang tampak menyesal karena reaksinya waktu itu, Erwin bahkan sampai tak berani menemuinya dan berbicara padanya selama tiga hari, ia menitipkan apa yang harus disampaikan pada kepala sekolah melewati Mike atau Nile, serta Nanaba, sehingga kepala sekolah tidak tahan lagi dan ingin melihat anaknya.

"Tidak apa-apa, itu wajar" ucap Erwin, yang masih menunduk dan tidak berani menatap bola mata ayahnya.

"Ayah tidak seharusnya menampar kamu.."

Erwin menggeleng. "Tidak masalah, mungkin ayah terlalu terkejut dan tidak bisa menerimaku, maka dari itu ayah menamparku karena aku tidak bisa berubah menjadi seperti yang ayah inginkan.." Erwin langsung menghentikan ucapannya saat mengetahui bahwa ia bicara terlalu banyak.

Namun Erwin kembali berucap dengan lirih. "Aku juga pantas mendapatkan nya, karena aku telah membuatmu kecewa, bahkan tamparan saja tidak cukup.."

Edward memegangi kedua bahu Erwin, menyakinkan anaknya bahwa menatapnya tidak akan menjadi masalah, dan saat itulah Erwin memberanikan diri untuk menatap Edward, meksipun ia masih merasa ketakutan karena takut melihat sorot kekecewaan dimatanya, namun kini sorot kekecewaan itu sudah tidak ada, Edward menatapnya dengan senyuman tulus yang membuat hatinya tenang.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Where stories live. Discover now