Lukisan Bulan Januari

198 38 5
                                    

Tepat pagi-pagi sekali di tanggal tiga puluh satu Januari, Erwin sudah berkemas dan memasukkan baju-bajunya kedalam koper, sebenarnya sekolah sudah dibuka kembali dari pertengahan Januari, dan sekarang ia akan pindah ke sekolah baru untuk mengajar anak-anak sekolah dasar.

Ia keluar dari kamarnya setelah selesai membereskan semua barang kepindahannya, namun ia terkejut mendapati Armin yang berdiri disana sambil memeluk sebuah kado di tangannya, ia tampak menangis menatap Erwin.

Erwin segera menghampirinya. "Armin, ada apa?" Tanyanya, sedikit membungkuk agar bisa menjajarkan tingginya dengan anak muridnya itu.

Armin menggeleng karena ia tak dapat mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya selain isak tangis yang di dengar oleh Erwin, sambil menghela nafasnya, Erwin menepuk pundak Armin.

"Kemarilah, agar kamu bisa membicarakan apa yang ingin kamu ungkapkan" Erwin menarik lengannya dengan lembut, Armin hanya bisa mengekorinya dari belakang saat Erwin mengajaknya duduk di kursi yang berhadapan tepat di depan kamar Erwin.

"Ada apa Armin?" Tanya Erwin, masih sambil menatap Armin.

"Apa benar kalau Pak Erwin akan pindah?" Tanyanya dengan suara serak, yang membuat Erwin terdiam atas pertanyaannya nya.

Namun ia juga tak dapat berbohong pada anak itu, dan ia berkata dengan suara pelan. "Ya.. saya akan pindah, kepala sekolah menugaskan saya untuk pindah ke sekolah dasar yang ada di kota, sekolah itu milik kakek saya yang sudah meninggal, saudara saya tidak mau mengurus nya, jadi saya yang harus mengurus sekolah itu"

Armin mengeratkan pelukannya pada kotak yang tengah ia pegang. "Kenapa harus Pak Erwin yang pergi? Kenapa saudara Pak Erwin tidak mau mengurus nya, kenapa—" Armin berhenti bicara saat nafasnya terasa mencekat.

Erwin memperlihatkan senyumnya, dan ia berucap. "Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai guru Armin, jika kepala sekolah mengatakan demikian, maka harus saya lakukan, lagi pula sekolah itu juga perlu di urus, karena itu adalah peninggalan kakek saya..."

Armin  menatap Erwin dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya, dan ia baru sadar kalau Erwin memiliki sedikit perbedaan dibanding Erwin yang ia lihat saat perpisahan sekolah kemarin, gurunya yang ia cintai itu sedikit lebih dewasa dengan kumis dan janggut tipisnya, Erwin tidak mencukurnya karena Levi berkata itu bagus, meskipun ia tidak berniat menjadi Zeke yang terlalu banyak memiliki kumis dan janggut.

"Setidaknya kalau tidak bisa memiliki anda, saya masih bisa melihat anda disini, tapi sekarang.." Armin tidak melanjutkan ucapan nya, karena tiba-tiba air matanya mengalir begitu saja, sehingga yang keluar dari mulutnya hanyalah isakan kecil yang dapat di dengar jelas oleh Erwin.

Erwin mengacak rambut pirang milik Armin, lalu ia berucap. "Saya akan kembali jika sekolah itu sudah mendapatkan guru pengganti untuk mengurus sekolah itu"

"Bagaimana jika mereka tidak mendapatkan nya? Apa Pak Erwin akan selamanya mengajar disana?"

Erwin terkekeh, lantas kembali berucap. "Mungkin sekitar tiga tahun, saya akan mengajar disana dan saya berjanji ketika kelulusan angkatanmu nanti, saya akan ada disini untuk melihatnya" ujar pria itu, karena mau bagaimanapun juga, Armin adalah murid kesayangan nya setelah murid-murid grafika.

Armin mengusap air matanya, menatap Erwin lalu turun ke bahunya, tangan kanan nya juga ikut menghilang yang membuat Armin membulatkan bola matanya, karena ia benar-benar baru menyadari bahwa Erwin tidak mempunyai lengan kanan.

Ia jarang melihat Erwin karena ia juga baru masuk sekolah, jadi dengan nafas tercekat ia berbicara. "Pak Erwin.. tanganmu?"

Erwin memegangi bahunya, masih memperlihatkan senyum manisnya. "Saya kehilangan tangan kanan saat saya mengalami kecelakaan bulan lalu" ia tertawa di akhir, tak ingin menunjukkan ekspresi kekecewaan karena takut Armin akan khawatir.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Where stories live. Discover now