Stand Bazar

394 62 6
                                    

Keesokan paginya, Erwin kembali mengumpulkan anak-anak di gerbang masuk sekolah yang terbilang cukup luas, bukan hanya kelas mereka yang berkumpul disana, namun kelas-kelas lain pun ada untuk mendirikan stand bazar.

"Sekarang bikin stand bazar?" Tanya Farlan, yang sudah mulai lelah karena satu Minggu ini mereka bekerja keras setiap harinya.

Erwin mengangguk. "Bazar kita harus berbau seni, seperti halnya menjual lukisan, menjual barang yang kita buat sendiri, ataupun baju-baju yang akan kita buat dengan logo dan moto kita sendiri, karena target kita bukan hanya murid, guru-guru lain juga harus datang ke stand kita untuk membeli barang kita.."

Semua murid nya mengangguk, lalu Erwin menyuruh mereka untuk mulai membangun stand, mereka juga membawa meja dari kelas sendiri, meja-meja yang tak terpakai mereka bawa ke stand, Erwin juga membuat rak dari kayu, lalu menyimpan beberapa lukisan yang sudah dipakaikan pigura berukuran A4.

Saat Erwin tengah menyusun lukisan yang sudah di pigura ke rak kayu yang sudah ia buat, seseorang menepuk pundak nya dari belakang.

Erwin menoleh karena ia pikir itu adalah murid dari kelas nya, namun ia langsung terkejut saat mendapati Armin yang tersenyum manis padanya.

"Pagi Pak Erwin" sapanya.

Erwin balas tersenyum. "Pagi Armin" ucapnya.

"Lumayan sibuk ya?" Ucapnya, sambil berdiri dihadapan Erwin yang masih menyusun beberapa lukisan.

"Begitulah, bagaimana dengan persiapan kelasmu?" Tanya Erwin balik.

Armin tertawa. "sepertinya masih belum selesai, kami baru saja menata meja"

Erwin mengangguk. "Kalau begitu semangat"

"Pak Erwin juga.. kalau begitu saya permisi" ucap Armin, masih menatap Erwin dengan senyuman manisnya namun setelah itu ia berlari pergi, tepat setelah Armin menghilang, Levi muncul dibelakang Erwin dengan wajah yang tampak badmood.

Erwin menatap kekasihnya dan tersenyum. "Ada apa Levi?" Tanyanya.

"Tumben sekali Armin menyapamu" ucapnya.

Erwin mengernyitkan dahi keheranan. "Memangnya kenapa kalau dia menyapa saya?"

Levi mengedikan bahunya, lalu mengingat ucapan seseorang bahwa katanya Armin adalah murid kesayangan guru-guru, mungkin termasuk Erwin. "Dia terus tersenyum padamu"

"Lalu?" Erwin memancing Levi untuk bicara lebih jelas, supaya ia bisa mengerti apa yang dikatakan Levi, karena ia adalah orang yang tidak pekaan.

Levi berdecak kesal. "Kenapa dia terus tersenyum padamu?"

Erwin menggaruk tengkuknya, ia benar-benar tidak mengerti. "Tentu saya tidak tahu, kenapa kamu tidak menanyakannya langsung pada Armin?"

Kalau saja mereka sedang berada di tempat sepi tanpa ada banyak orang yang berlalu-lalang, Levi pasti sudah berkali-kali menendang tubuh Erwin, pria dihadapannya benar-benar tidak peka dan menyebalkan, tidakkah dia sadar bahwa Levi sedang cemburu? Tentu saja Levi tak akan mengakuinya, batin Levi berkata bahwa dia tidak cemburu, ia hanya tak suka jika orang lain terus melemparkan senyum kepada kekasihnya.

Levi dengan geram langsung pergi dan menghentakkan kakinya, Erwin semakin kebingungan namun ia memilih untuk mengejar Levi yang pergi ke arah toilet.

"Tunggu Levi" ucap Erwin, sambil berlari lalu meraih tangan Levi yang hendak memasuki toilet.

"Apa?" Tanya Levi.

"Kamu kenapa?" Tanya Erwin, ia benar-benar butuh penjelasan mengapa Levi tiba-tiba marah padanya, hanya karena Armin tersenyum terus menerus? Tentu itu tak masuk akal.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Where stories live. Discover now