Putus Asa

351 40 9
                                    

Erwin semakin hari menjadi semakin buruk, ia hampir memiliki sikap yang sama seperti Levi ketika ia masih bersama dengan teman-teman lama nya, Erwin bahkan selalu pergi ke bar hanya untuk bersenang-senang dan mencari tempat pelampiasan.

Bahkan siang ini, Erwin mengajak Mike untuk pergi dan membeli obat-obatan yang membuat Mike menolaknya mentah-mentah.

"Kau gila ya? Jika polisi memergokimu—"

"Kau takut pada polisi?" Tanya Erwin, sambil menaikkan sebelah alisnya, lalu ia mengeluarkan sebatang rokok dari saku celana nya.

"Sejak kapan kau merokok?" Tanya Mike, menatap pria itu dari atas sampai bawah, benar-benar berbeda dengan Erwin Smith yang ia kenal sebagai guru dahulu.

Erwin menghembuskan asap rokoknya tepat di hadapan wajah Mike, lalu ia tertawa. "Ini membuatku sedikit kecanduan" ucapnya, memainkan asap rokok nya.

Mike menghela nafasnya menatap sahabat lama nya yang benar-benar kehilangan arah. "Erwin, aku tahu kalau kau putus asa, tapi bisakah kau tidak bersikap seperti ini?" Tanyanya sedikit khawatir.

Erwin melirik Mike. "Putus asa? Aku tidak putus aja" ujarnya. "Jadi kau mau ikut denganku atau tidak?" Tanyanya, lalu menghembuskan asap rokoknya.

"Aku harus mengajar siang ini, aku tak bisa menemanimu" jawab Mike, yang memang ikut pindah tugas ke kota Levi, yayasan yang di urus oleh Erwin terbengkalai begitu saja dan membuat Edward kesulitan untuk mengurus dua sekolah sekaligus, Kuchel menawarkan diri untuk membantunya, namun Edward tidak mau membuatnya kerepotan karena Kuchel juga sangat sibuk dengan pekerjaannya, jadi Mike-lah yang turun tangan.

Erwin mengangguk paham. "Kalau begitu aku akan pergi sendiri" pria pirang itu berjalan pergi meninggalkan Mike, mencari parkiran mobil lalu memasuki mobilnya dan melaju dengan kecepatan yang sedikit lambat.

Erwin menatap jalanan lurus di depan, namun saat dirinya melewati sebuah taman di tengah kota, ia refleks memberhentikan mobilnya dan menatap taman tersebut, entah mengapa hatinya kembali merasa hampa, sudah tiga tahun dan ia mencoba untuk melupakan pria itu.

Erwin dengan ragu langsung turun dari mobil dan berjalan ke arah taman tersebut, taman nya masih sama seperti dulu, ketika Erwin masih memiliki orang tercinta nya.

Erwin berjalan menuju ke tengah-tengah taman dimana air mancur tempat ia dan pria kecilnya saling mengungkapkan perasaan, air mancur itu juga masih sama, dan membuat Erwin kembali merindukan pria kecil itu.

"Dia belum pulang, dia memang berkata akan pulang terlambat, tapi.. tidak kah ini terlalu lama untuk dibilang terlambat?" Erwin bergumam di depan air mancur tersebut.

Lalu Erwin menghela nafasnya, mengingat semua yang rasanya sangat singkat, ia tidak akan pernah jatuh cinta lagi, karena ia berjanji pada pria kecilnya untuk menjadikan pria itu yang terakhir, jadi sekarang, ia akan menutup hatinya, tidak ada siapapun lagi yang akan masuk kesana, karena itu selamanya milik Levi.

Erwin berbalik dan berjalan menjauh dari air mancur tersebut, rasanya sangat sulit untuk menahan air matanya yang hendak jatuh, pandangannya mulai buram namun ia masih tak ingin meneteskan air matanya.

Namun semakin ia menahannya, rasa sakitnya semakin terasa, lalu setetes demi setetes air matanya mulai jatuh, ia sangat putus asa dan berharap kalau ia bisa mengulang waktu dan bertemu dengan Levi.

Erwin mengacak rambutnya, lalu setelah ia sampai di tempat mobilnya, ia langsung memasuki mobil tersebut dan pergi ke tempat lain untuk mengambil obat dari seorang pria yang dapat menenangkan pikiran nya.

Erwin selalu mengkonsumsi obat penenang, atau pil tidur dan semacamnya, ia juga mulai memiliki candu pada narkotika karena itu menimbulkan efek halusinasi yang membuatnya merasa nyaman dan senang, ia tidak peduli dengan kesehatan tubuhnya, ia hanya peduli pada kesenangan nya, jika obat-obatan itu bisa membuatnya senang, ia tak akan segan untuk selalu mengkonsumsi nya.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang