Langit Malam

480 79 11
                                    

Setelah memenuhi permintaan Levi untuk menaiki tebing sehingga membuat kedua kakinya gemetar seperti agar-agar, akhirnya keduanya memutuskan untuk berjalan menyebrangi sungai dan melanjutkan perjalanan.

Erwin masih kesal kepada Levi karena pria itu memintanya untuk berpose dengan beberapa gaya, padahal kedua kakinya sudah gemetar karena di atas tebing tidak ada pagar atau apapun untuk pembatas, sehingga ia dapat jatuh kapan saja jika ia tidak berhati-hati dan sampai terpeleset.

Dewa masih menyayangi nyawanya.

Mereka sampai di pos ketiga dan tinggal puncak yang akan mereka tuju, Levi kembali mengeluh saat diperjalanan, bahkan yang lebih parah meminta Erwin untuk menggendongnya, tentu saja Erwin menolak, karena ia juga sudah membawa dua tas ransel miliknya dan milik Levi, melihat Levi yang terus mengeluh karena tasnya berat membuatnya jengah juga.

"Guru muda, aku lelah.."

Erwin tidak memperdulikannya dan terus berjalan, karena itu bukan keluhan Levi yang pertama kali, sudah berulang kali ia mengatakan kata lelah.

"Pirang.." ia kembali bersuara. "Aku lelah.." sambungnya dengan nada lemas.

"Erwin..."

"Kita baru saja istirahat" sahut Erwin yang masih terus berjalan. "Kenapa kamu sangat lemah? Puncaknya sudah dekat, kira-kira tiga jam lagi dan kita bisa cepat sampai sebelum matahari terbenam"

Dibilang lemah tentu saja Levi langsung merasa kesal dan tersinggung, ia tidak selemah yang Erwin kira, ia bisa mencapai puncak dengan usahanya sendiri tanpa mengeluh, yahh semoga saja..

Dengan kesal ia langsung mengambil ransel dari Erwin, mendahului nya dan berjalan menanjak meskipun kakinya sudah terasa sakit dan lecet.

Mengetahui Levi yang tengah marah padanya, Erwin membiarkannya, biarlah dia merasa kesal agar merasa tertantang dengan perjalanan panjang yang mereka tuju kali ini.

Setelah dua jam berlalu dan hampir tiga jam, keduanya terus menerus berjalan tanpa istirahat, akhirnya Levi tumbang saat sedikit lagi hampir mencapai puncak, kakinya tidak kuat karena ia tidak pernah mendaki sejauh ini, ranselnya ia letakkan di tanah dan nafas nya tersengal-sengal.

Erwin memindahkan tasnya dan menggendongnya kedepan, lalu ia membungkuk di samping Levi.

"Gendong ranselmu dan naiklah ke punggung saya" ujarnya, meksipun kedengaran lebih seperti perintah.

Levi melihat Erwin yang berkeringat, bahkan rambutnya sudah tampak basah, ia juga bisa tahu bahwa Erwin sangat kelelahan, kalau Levi membiarkannya menggendong dirinya, Erwin pasti akan pingsan saat sampai di puncak.

Dengan cepat Levi langsung menggendong ranselnya dan kembali berjalan, meninggalkan Erwin yang tengah membungkuk dan memutuskan untuk tidak merepotkan pria tersebut.

Diam-diam Erwin menyunggingkan senyum kecilnya, lalu dengan cepat ia kembali berdiri dan berjalan mengekori Levi dari belakang.

Mereka terus naik dan naik, melewati bebatuan yang menghadang mereka ke atas, mereka terus memanjatnya hingga akhirnya sampailah di tempat yang dituju.

Setelah sampai disana, Levi tidak langsung mengeluh karena kelelahan, melainkan takjub melihat matahari yang hampir terbenam di depan matanya, ia bahkan tidak sanggup berpaling hanya untuk mengambil kamera dan memotretnya, karena dia tahu saat memotret tidak akan seindah dipandang mata.

Erwin merangkul bahu Levi saat anak itu terus memandangi matahari yang berwarna orange, masih membulatkan bola matanya seolah tak bisa berhenti mengagumi keindahan di atas sana.

"Ini.. indah.." gumam Levi.

"Sudah cukup untuk membayar rasa lelah kamu bukan?" Bisik erwin ditelinga nya, yang membuat Levi tersenyum kecil, benar apa yang dikatakan oleh Erwin, ia tidak sia-sia mengorbankan semua keringatnya demi melihat pemandangan yang indah ini.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon