Belajar Lebih Baik

902 104 17
                                    

Levi terkejut karena dirinya tiba-tiba bangun di kamar tidur yang sangat kecil, dan ia baru ingat kalau ini adalah kamar guru muda yang akan mengajarnya disini.

Hari sudah mulai siang dan Levi membuang selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, ternyata ketika siang hari hawa di sana sangatlah panas, sedangkan ketika malam tiba malah sebaliknya.

Levi hendak menuju ke kamar mandi, namun ia baru sadar bahwa kamar guru muda itu tidak memiliki kamar mandi, dia menoleh ke kanan dan kirinya namun nihil, disana benar-benar tak ada kamar mandi.

Levi berdecak kesal lalu ia menendang pintu keluar, tanpa basa-basi ia langsung mengencingi beberapa tumbuhan yang ada didepan kamar kayu milik Erwin.

Lalu saat ia tengah enak membuang seluruh beban di kemaluannya, seorang anak berteriak.

"HEY!" Sentaknya, yang membuat Levi kaget lalu buru-buru mengancingkan resletingnya dan menatap orang yang baru saja berteriak kepadanya, seorang bocah laki-laki dengan rambut pirang dan mata biru lautan yang cerah.

"Kenapa kau mengencingi tanaman milik Pak Erwin?" Tanyanya tampak sangat marah.

Levi menaikan sebelah alisnya. "Memang kenapa? Bukan urusanmu"

Bocah itu menghentakkan kakinya dan berjalan menuju ke arah Levi. "Pak Erwin sangat menyayangi tanaman nya, dan kau dengan seenaknya mengencingi nya!" Dia benar-benar kelihatan marah.

Levi berkacak pinggang. "Dengar ya bocah, didalam kamar Guru muda itu tak ada toilet, salahnya sendiri kenapa tidak menyediakan toilet didalam, jadi kukencing saja disini"

Lagi-lagi bocah itu masih menunjukkan amarahnya. "Disini ada toilet, semua siswa berkumpul di kamar mandi jika pagi hari untuk mandi ataupun buang air!"

Levi menaikan sebelah alisnya. "Haa? Jadi layaknya toilet umum yang dipakai mandi? Jorok sekali" Levi bergidik.

Bocah itu menggeram. "Kamar mandi disini selalu bersih, kami selalu membersihkannya setiap hari, siang dan malam!"

Levi lagi-lagi tidak peduli. "Sama saja, tetap kotor"

"Tidak kotor!"

"Ada apa ribut-ribut, Armin?"

Suara orang ketiga membuat perdebatan Levi dan bocah bernama Armin itu terhenti, keduanya menatap orang yang baru saja datang.

"Pak Erwin, bocah ini mengencingi tanaman mu" ucap Armin, sambil menunjuk ke arah Levi.

Dipanggil bocah oleh anak tersebut, Levi tidak terima. "Jangan asal tuduh, dan aku bukan bocah!"

Armin lagi-lagi menggeram saking kesalnya. "Aku tidak menuduh, aku mengatakan kebenaran, kau mengencingi tanaman Pak Erwin hanya karena didalam kamarnya tak ada toilet!"

Levi berdecak kesal. "Aku tidak melakukannya!"

"Kenapa kamu melakukannya? Kalau ingin pipis bisa ke kamar mandi, jaraknya tak jauh dari sini" ucap Erwin.

Levi langsung melotot ke arahnya. "Kau mempercayai bocah itu bahwa aku mengencingi tanaman mu?" Tanyanya tak percaya.

"Lain kali kalau mau kencing sembarangan, jangan mengencingi tanaman saya" ujar Erwin datar. "Saya selalu merawatnya dengan baik"

Mendengar nada bicara Erwin yang tampak dingin, Levi jadi sedikit merasa tak enak, meskipun hanya sedikit, tetap saja perasaannya tiba-tiba tidak enak.

"Kau benar-benar percaya dia?" Lagi-lagi Levi masih mengelak.

Erwin menatapnya tajam lalu mengangguk. "Ya, saya percaya Armin, dia murid yang selalu mengatakan kejujuran" ucapnya.

Lukisan Terakhir [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang