Sakit

1.2K 212 7
                                    

"Kak..."

Arsen memeluk badan ramping sang istri. Kepalanya dia tenggelamkan di bahu sang istri. Arsen tidak sanggup mendengarnya. Dia terus-terusan seperti ini sejak dua bulan yang lalu. Arsen ingin membawa ayahnya ke rumah sakit sekarang juga.

"Aira..." Panggil Arsen dengan lirih.

"Aku tidak bisa melihat papi seperti itu..." Sambungnya.

Naira tidak bisa menjawab atau mengucapkan apapun. Naira ingin membujuk ayah mertuanya namun, keputusan sang ayah mertua sudah bulat. Tidak mau dirawat di rumah sakit dan hanya meminum obat seadanya. Naira sering kali mendapati Arsen seperti ini. Bersembunyi dari ayahnya dan menangis sendirian.

Sama seperti Arsen, dirinya dan para iparnya pun tidak tega melihat dan mendengar rintihan sang ayah mertua. Naira hanya bisa memeluk dan mengusap punggung tegap Arsen yang bergetar karena tangisannya. Naira menunggu sampai Arsen lebih tenang. Matanya menatap ke arah kakak iparnya yang berdiri di pintu dapur. Sang kakak ipar hanya menitipkan Arsen padanya lalu berlalu pergi.

"Kak..." Panggil Naira.

"Papi kesakitan. Aku benar-benar tidak berguna bukan? Aku dokter tapi tidak bisa membantu ayahku sendiri,"

"Kak... Tidak begitu. Kakak tidak bisa membantu papi atas permintaan papi sendiri. Kakak jangan menyalahkan diri sendiri,"

"Aira... Papi setiap hari kesakitan begitu dan aku tidak bisa apa-apa,"

Naira pada akhirnya hanya bisa mengusap punggung sang suami dengan lembut. Sudah beberapa minggu berlalu sejak Arsen memberitahu Naira kalau sang ayah mertua mengidap penyakit kanker hati dan tidak mau diobati walau tingkat stadiumnya masih belum diketahui.

Arsen mungkin tahu tapi, anggota keluarga yang lain tidak ada yang tahu. Beberapa hari lalu, Arsen merengeki ayahnya untuk dirawat di rumah sakit dan hal itu ditolak oleh sang ayah. Sang ayah memilih bermain dengan cucu-cucunya jika penyakitnya tidak sedang kambuh. Sedangkan ketika penyakitnya kambuh, seisi rumah akan berusaha menemani dan menguatkan, walaupun sang ayah akan langsung mengurung diri di kamar agar tidak ada anak-anaknya yang melihat dia kesakitan.

"Aku harus bagaimana, Aira? Papi seperti itu dan tidak mau diajak ke rumah sakit,"

"Kak, bawa saja semua peralatan medisnya ke rumah. Tapi, kakak dan kakak-kakak yang lain harus meminta izin papi dulu. Ajak Alesha, biar dia membantu kalian meminta pada papi,"

Arsen mengangguk. Dia memikirkan usul Naira yang tidak ada salahnya untuk dicoba. Arsen segera mengecup kening Naira mengucapkan terima kasih dan langsung berlari mencari saudara-saudaranya untuk membujuk sang ayah.

"Naira memberikan aku ide," Ujar Arsen pada ketiga saudaranya.

"Apa itu?" Tanya Ardan.

"Kalau papi tidak mau dibawa ke rumah sakit, maka biarkan alat-alat rumah sakit yang dibawa kesini,"

"Papi tidak akan setuju," Ujar Arman.

"Alesha bisa merengek pada papi agar papi setuju,"

Kini kembar tiga itu menatap ke arah Alesha. Membuat Alesha meremas kemeja yang dia pakai. Alesha mengangguk kecil.

"Kakak temani aku," Pinta Alesha.

Ardan, Arman, dan Arsen mengangguk.

"Kapan kita mau bicara dengan papi?" Tanya Alesha.

"Lebih baik besok. Saat ini biarkan papi istirahat," Usul Ardan dan ketiga adiknya mengangguk.

........

Sesuai perjanjian, Arsen bersama ketiga saudaranya datang menghampiri yang ayah yang sedang beristirahat di kamar. Ardan mengetuk pintu sebelum masuk ke dalam kamar sang ayah.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang