Film Horor, Ketakutan Naira, dan Penyesalan Arsen

5.2K 472 21
                                    

Arsen mendapatkan tiket menonton premier dari sebuah film. Dia memang tidak tahu film apa yang akan dia tonton itu. Alhasil, dia mengajak Naira bersamanya. Mereka berangkat dari rumah Naira pukul setengah 7 malam.

"Jangan jauh-jauh dariku sayang! Pasti akan banyak perempuan menyebalkan disana," ujar Arsen ditambah gerutuan di ujung ucapannya.

Naira terkekeh geli. Dia sungguh tidak menyangka kalau dibalik sosok Arsen yang jenaka dan ramah ada Arsen yang sering menggerutu karena kesal. Arsen mengeratkan rangkulannya dan menundukkan kepalanya saat mendengar kekehan Naira. Dia menatap Naira dengan bibir sedikit mengerucut.

"Maaf," ujar Naira sambil mengusap rahang Arsen.

Arsen mengangguk. Dia membiarkan Naira mengusap rahangnya dan menatap beberapa pria yang menatap Naira dengan tatapan tajamnya. Arsen mengajak Naira masuk saat antrian mulai sepi.

"Kita nonton film apa sih?" Tanya Naira.

"Entah. Dia tidak memberitahu genre film-nya. Dia sempat mengatakan judulnya tapi, aku lupa,"

Naira menggelengkan kepala-nya saat mendengar jawaban Arsen. Saat lampu mulai digelapkan, Naira dan Arsen mulai terfokus pada layar besar di depan. Awalnya film itu nampak normal, namun saat seperempat jam terlewati, film itu mulai mengeluarkan suara backsound yang menyeramkan. Naira mulai gelisah. Dia mengalungkan tangannya ke lengan Arsen.

Arsen menoleh dan mengusap lembut rambut Naira. Dia menarik kepala Naira agar bersandar padanya. Siapa yang menyangka kalau film yang mereka tonton adalah film bergenre horor dan tingkat keseraman dari penampakan hantu di film itu sangat menyeramkan. Beberapa penonton berteriak kaget saat hantu di film it keluar.

"Ai..." Arsen memanggil kekasihnya.

Arsen bisa merasakan napas Naira mulai berantakan. Arsen langsung membuka tas Naira untuk mencari inhaler milik Naira. Tidak menemukannya, Arsen memilih mengajak Naira keluar. Dia melepaslan jaketnya dan memakaikannya untuk menutupi kepala Naira. Arsen menggenggam tangan Naira dan keluar dari sana. Beruntung, mereka duduk di sisi terluar dari barisan kursi bioskop.

Arsen mendudukkan Naira di kursi. Dia melepaskan jaketnya dari kepala Naira untuk dia sampirkan di badan Naira.

"Tunggu sebentar, aku beli air disana dulu," ujar Arsen sambil mengusap pipi Naira yang nampak pucat.

Arsen membeli air mineral disana. Dia kembali secepat mungkin dan memberikan air itu pada Naira. Arsen bisa melihat tangan Naira gemetaran. Naira sangat ketakutan dan Arsen tahu itu. Arsen mengumpat dalam hati. Dia bahkan menyumpahi si pemberi kartu undangan itu dengan rentetan sumpah serapah.

"Ayo pulang, sayang!" Ajak Arsen.

Naira berdiri walau kakinya lemas. Arsen tidak tega melihat Naira seperti ini. Naira tampak sangat ketakutan. Arsen menuntun Naira pulang. Dia bahkan menemani Naira sampai anak itu terlelap saat dia mengantar Naira pulang. Sialnya, karena perkerjaan, dia terpaksa berangkat ke Pekanbaru tanpa Naira dan tertahan disana untuk tiga hari.

Selama tiga hari, Arsen mendengar kabar Naira hanya melalui telepon. Arsen menghela. Dia menarik kopernya untuk dia bawa masuk ke dalam mobil. Pengawal yang ikut bersamanya memberikan ponselnya pada Arsen. Arsen membaca pesan di ponselnya dan menggenggam kuat ponsel itu.

"Kita ke rumah sakit, atau ke rumah anda dulu, tuan?"

"Rumah sakit!" Seru Arsen.

Arsen menatap ke luar jendela. Dia melihat mobil yang berlalu lalang di sebelah mobilnya. Ingatannya terlempar pada setiap dia menghubungi Naira.

"Sayang... apa kabar?"

"Hm? Baik,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang