Have A Nice Dream

8.5K 550 21
                                    

Arsen menghela gusar. Sejak tadi pagi dia tidak bisa terfokus. Terkadang dia salah menjelaskan kepada suster yang mengikutinya. Beruntung suster itu sudah tahu dan hafal kebiasaan Arsen. Arsen melirik arloji di pergelangan tangannya. Dia menghela kecil saat melihat jarum jam masih mengarah ke angka 4.

"Astaga!" Umpat Arsen.

"Sadar Sen! Dia itu cuma kakak dari calon pasien kamu! Jangan seperti perjaka yang menunggu jodoh!" Gumam Arsen memperingati dirinya sendiri.

"Tapi, emang gue masih perjaka sih..." gumamnya lagi.

Jadilah, Arsen mundar-mandir di kamar istirahatnya sambil berbicara sendiri seperti orang gila. Begitu lelah, dia memilih menghempaskan badannya ke atas kasur empuk miliknya.

"Astaga! Sepertinya gue benar-benar sudah gila!" Gumamnya.

Arsen terkekeh kecil dan mengangguk samar.

"Benar. Aku benar-benar sudah gila!"

Arsen terbahak dia memiringkan badannya dan menemukan foto ibunya di nakas kecil. Arsen mengambil foto itu dan tersenyum.

"Lihat, mi! Arsen jadi seperti orang gila!" Gumamnya.

Arsen terkekeh. Dia memejamkan matanya. Entah kenapa, saat matanya terpejam pun dia bisa melihat bayangan wajah Naira saat pertama kali gadis itu datang ke hadapannya. Lalu, kemarin saat mereka bertemu kembali.

"Naira..."

"Naira..."

'I think I really have fallen for you,' batin Arsen sebelum dia jatuh terlelap.

.........

Alarm di ponselnya berbunyi. Arsen terbangun dan segera membersihkan badannya di kamar mandi. Setelah selesai dia keluar dan menyalakan lampu ruangannya. Dia membuka kunci ruangannya dan duduk manis di kursinya dengan tenang. Pukul 7 kurang, Naira datang bersama dengan dua orang anak yang Arsen taksir baru berusia 15 tahun.

"Mari duduk sini," ajak Arsen pada ketiga orang itu.

Naira duduk di sofa panjang, disusul kedua adiknya yang juga duduk di sebelahnya.

"Jadi, nama kalian siapa?" Tanya Arsen.

"Elisa,"

"Eren"

Arsen menangguk. "Arsen. Nah Eren, ayo ikut kakak," ujar Arsen.

Eren mengerutkan keningnya. Naira menatapnya dengan tatapan kaget.

"Naira dan Elisa tunggu disini saja. Aku akan mengajak Eren untuk melakukan semua pemeriksaan,"

Naira mengangguk. Dia menatap Eren dan mengangguk kecil. Arsen mengajak Eren keluar dan berjalan menuju ruang pengambilan darah. Arsen bisa melihat anak di sebelahnya lumayan tegang.

"Jangan takut begitu! Kakak ini sudah janji pada kakakmu untuk mengobatimu,"

Anak itu mengangguk saja.

"Eren,"

"Iya?"

"Kakak kamu itu kerja sejak kapan?"

"Sejak kakak masih SMP kelas 3,"

Kening Arsen berkerut.

"Papa sama mama meninggal karena kecelakaan pesawat. Jadi, kakak sekolah sambil bekerja untuk membiayai kami,"

Arsen mengangguk kecil.

"Lalu, kakak kamu sejak kapan menderita asma?"

"Entahlah. Kami juga tidak tahu dengan jelas. Mungkin sejak kakak kecil,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang