Semoga

4.7K 465 39
                                    

Alvaro menipiskan bibirnya dan menatap pria di depannya. Pria yang kini bersama dengan ketiga anaknya dan anak buahnya. Alvaro menatap malas ke arah mereka. Dia melihat Ardan disana.

"Pulang kak. Istri dan anakmu menunggu di rumah. Mereka biar menjadi urusan papi,"

Ardan menatap ragu sebelum mengangguk. Dia awalnya takut sang ayah melepaskan mereka begitu saja. Namun, saat melihat sosok ayahnya nampak seperti orang lain. Ardan memilih menuruti ayahnya. Ardan yakin, ayahnya tidak akan melepaskan mereka melainkan akan membalas mereka. Ardan bisa merasakan aura mengerikan yang menguar dari badan ayahnya.

"Ardan pulang ya, pi," pamit Ardan.

Alvaro hanya menjawab dengan gumaman. Selepas Ardan pergi, Angga datang membawa pakaian milik Alvaro seperti yang Alvaro minta.

"Tuan," panggil Angga.

"Letakan mobilku dan pulanglah. Tinggalkan mobil milikku di luar,"

"Baik tuan,"

Angga menyingkir. Dia menghubungi Ardan dan melapor pada Ardan. Ardan memintanya menuruti keinginan Alvaro. Alvaro ditinggalkan di dekat hutan dengan lima orang yang terikat di kursi. Alvaro mendekati pria berbadan kekar yang tadi mencekik Arsen.

"Berapa dia membayarmu?" Tanya Alvaro.

Pria itu hanya bisa meneguk ludahnya. Wajahnya sudah penuh lebam akibat dihajar oleh Ardan. Ya. Ardan memang sampai lebih dulu, setelah dia meninggalkan istri dan anak-anaknya di rumah sakit bersama dengan pengawalnya. Ardan juga yang menendang kepala pria berbadan kekar itu karena kalut melihat Arsen tercekik oleh pira itu.

"10 juta? 100 juta?" Tanya Alvaro lagi.

Alvaro menggulung lengan kemejanya dan tersenyum ke arah pria itu.

Bugh!

Satu tinjuan di hidung dia dapatkan. Bisa dipastikan pria itu mengalami patah tulang hidung.

"Sayang sekali. Uang 100 juta-mu itu tidak akan bisa menyelamatkan nyawamu,"

Alvaro menyumpal mulut pria itu dengan kain dan menempelkan solasi di mulut pria itu.

"Kau harus merasakan bagaimana sulitnya bernapas. Putraku merasakannya karena ulahmu!"

Alvaro mengingat bagaimana keadaan Arsen tadi. Lehernya cedera lumayan parah. Belum lagi tangan kanannya patah. Arsen harus bernapas dengan bantuan Ventilator. Padahal alat itu memiliki tingkat resiko yang lumayan tinggi juga bagi kesehatan Arsen.

Alvaro menendang wajah pria itu dengan kesal. Lalu, Alvaro kembali menghajar pria itu. Sampai dia puas. Setelah dia puas, dia menyingkir dan berjalan menuju ke anak-anak Fandi. Tangan Alvaro terulur melihat luka menyeramkan di wajah anak perempuan sematawayang Fandi.

"Ini perbuatan Arman? Astaga! Dia terkadang sangat tepat sasaran," ujar Alvaro. Dengan seringaiannya.

Alvaro membiarkan ketiga anak itu. Dia tersenyum sambil mengambil sesuatu dari sebuah rak tua. Memang sejak tadi, pandangan Alvaro tertarik pada benda di rak itu. Sebuah pisau daging yang sudah usang.

"Fandi... kau sangat marah saat melihat luka di tubuh anak-anakmu. Tapi, sepertinya kau tidak tahu kalau itu menjadi hal yang harus kau syukuri. Karena, jika aku yang turun tangan, akan beda lagi nasib anakmu itu,"

Alvaro mendekati pria berbadan kekar di atas kursi. Pria yang sudah hampir K.O karena dihajar Alvaro dan Ardan. Alvaro kemudian menggeser kursi-kursi tempat Fandi dan ketiga anaknya duduk. Memastikan kursi itu mengarah pada si pria berbadan kekar.

"Kalau aku, bukan hanya luka parut... luka yang akan kau dapatkan akan seperti ini," ujar Alvaro sambil menggerakan tangannya.

Srett...

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang