Seorang Pengecut

5.6K 482 21
                                    

Bolak-balik ke luar kota maupun luar negeri menjadi makanan Arsen sehari-hari. Jika hari ini dia ada di Surabaya, besok bisa jadi dia sudah di Penang, Malaysia atau sudah sampai di Bangkok, Thailand. Pokoknya, sejak dia kembali sehat, dia selalu menerima panggilan ke luar kota dan luar negeri setiap hari. Bahkan buku paspornya sudah hampir penuh dengan stamp dari bagian imigrasi.

Arsen sengaja. Setelah permintaannya ke German ditolak mentah-mentah oleh sang ayah, dia sengaja menyibukkan dirinya di luar Jakarta agar dia tidak perlu sering berada di rumah ataupun rumah sakit. Dia tidak siap bertemu Eren. Tidak siap juga kalau suatu saat Naira datang dan ketakutan melihatnya.

"Dokter, ada telepon untuk anda tadi, katanya mereka meminta anda ke Manila besok,"

"Kapan jadwal operasi terakhir kita?"

"Jam 5 sore nanti dokter,"

"Carikan pesawat ke Manila malam ini,"

Suster itu mengangguk. Dia segera melakukan apa yang diminta oleh Arsen. Sekitar pukul tiga sore, suster itu menghampiri Arsen.

"Ada penerbangan jam 20.25 berangkat dari sini ke Soe-tta dulu, lalu jam 23.40 berangkat menuju Hongkong. Jam 9 pagi baru berangkat dari Hongkong menuju bandara Ninoy Aquino Manila. Total waktu perjalanan, 14 jam,"

"Berapa harganya?"

"Kelas bisnis seperti biasa pak?"

Arsen mengangguk.

"Rp 27.212.400 per kursi, pak,"

"Pesankan 5 kursi untuk saya," Arsen menyerahkan kartu kreditnya dengan segera.

"Tiket pulangnya, pak?"

"Lihat nanti saja. Siapa tahu saya harus ke negara lain lagi,"

Suster itu mengangguk. Dia memesankan tiket untuk Arsen. Sementara Arsen bersiap merapikan barang-barangnya dan bergeges bersiap untuk melakukan operasi berikutnya.

Pukul setengah 7 malam, Arsen selesai dan langsung mengganti pakaiannya. Dia bergegas mengambil tasnya dan berlari keluar dari ruangannya.

"Ini pak, print out dan kartu kredit bapak. Maskapainya Garuda Indonesa dan Cathay Pacific ya, pak,"

Arsen mengangguk. Dia juga mengucapkan terima kasih sebelum segera keluar untuk masuk ke mobilnya. Para bodyguards milik Arsen memang sudah mulai terbiasa dengan sikap dan tingkah majikan mereka ini. Mereka sudah tahu Arsen pasti akan pergi ke luar negeri dan sedang mengejar pesawat.

Beruntung jalanan tidak terlalu macet. Mereka sampai di bandara Adi Sucipto dengan cepat. Arsen segera berlari menuju ke tempat penukaran tiket setelah bodyguards-nya memarkirkan mobil di lapangan parkir bandara. Setelah mendapatkan tiket yang kebetulan juga tidak terlalu ramai, mereka segera masuk ke ruang boarding.

"Tuan, anda tidak makan malam?"

"Tidak. Aku tidak lapar. Apa mereka menelpon kalian?"

"Iya tuan. Tuan Ardan dan tuan besar menanyakan kabar anda. Mereka juga menanyakan kapan anda kembali ke Jakarta,"

"Katakan pada mereka kita akan ke Manila. Kalau mereka tidak tahu kita berangkat, urusannya bisa panjang,"

Salah satu bodyguard itu langsung menghubungi Jim dan Joe, asisten pribadi Ardan dan Alvaro. Dia mengabari mereka kalau Arsen akan pergi ke Manila dan entah kapan baru kembali. Dilihat dari tiketnya, mereka akan transit di Soe-tta selama satu jam.

"Baik tuan,"

Bodyguard itu bergegas menyamakan langakah dengan Arsen dan yang lain setelah selesai menghubungi Jim dan Joe. Memang saat tadi menelepon kedua asisten pribadi itu, mereka sudah harus berjalan menuju pesawat.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang