Titip

6.3K 498 17
                                    

"Aku bukan ingin menyerah, kak. Tapi, Naira yang tidak mau memberi kesempatan,"

Gumaman dari bibir Arsen itu membuat Arman terkejut.

"Kalau begitu kejarlah! Apa kamu tidak tahu bagaimana perjuangan papi dulu mengejar mami?"

"Tahu,"

"Kalau begitu, kenapa tidak kamu ikuti?"

Arsen menghela. "Kita lihat nanti saja,"

..........

Arsen berjalan menuju ke kantor Arman seperti biasa. Sudah seminggu sejak Arsen mengamuk di kantor Arman. Sejak kejadian itu pula, hubungan Naira dan Arsen menjadi sedikit dekat. Seperti sekarang, Arsen meluangkan waktu untuk menjemput Naira.

"Sudah lama?"

Pertanyaan itu membuat Arsen menoleh dan menggelengkan kepalanya.

"Belum. Baru sampai. Kamu sudah selesai?"

"Sudah. Ayo pulang!"

Mereka berjalan bersebelahan. Memang kalau menjemput Naira, Arsen tidak pernah mengendarai mobil. Naira sendiri yang meminta. Mereka selalu naik kendaraan umum dan Arsen tidak keberatan juga. Terkadang mereka membeli makanan di dekat kantor untuk dibawa pulang dan dimakan di rumah Arsen. Seperti hari ini misalnya. Rencananya mereka mau membeli nasi goreng di dekat kantor.

"Lalu?" Tanya Naira.

Sedari tadi, Arsen menceritakan kejadian lucu di rumah sakit sewaktu dia berjaga.

"Lalu, nenek itu mengatakan padaku kalau aku berbohong. Padahal, dia yang memang sudah pikun. Bahkan, pembantu yang merawatnya saja sampai terkuras habis tenaganya,"

"Kasihan pembantunya,"

"Hn. Belum lagi kalau dia sedang kumat pikunnya. Dia meminta pulang dan mengatakan kalau rumahnya ada di sebelah rumah sakit. Nenek itu bahkan menyuruh pembantunya mengambil sepeda untuk memboncenginya pulang,"

"Hah? Astaga!"

Naira tertawa kecil bersama Arsen. Beruntung trotoar itu sedang agak lengang karena, hari memang sudah mulai malam. Jam pulang kerja sudah lewat sekitar dua jam lalu. Saat mereka bersenda-gurau, seseorang menabrak badan Arsen dan pergi dengan terburu-buru.

Arsen terkejut. Dia menunduk melihat badannya dan langsung terduduk dengan badan Naira yang menyanggah badannya.

"Astaga! Kak! Ini kenapa?" Naira sangat panik. Arsen sendiri hanya bisa meringis saat melihat kemejanya mulai berubah warna.

Arsen menangkap tangan Naira dengan sebelah tangannya.

"Aira, tenang..." ujar Arsen pelan.

Arsen merogoh kantungnya dan mengeluarkan ponsel miliknya lalu, dia berikan ke pada Naira.

"Tenangkan dirimu. Lalu, tolong carikan kontak dengan nama Andreas,"

Naira menurut. Dengan tangan gemetar dia mencari kontak itu dan menghubunginya atas permintaan Arsen.

"Katakan padanya untuk mengirimkan ambulance,"

"Halo, maaf tapi, tolong kirimkan ambulans ke depan kantor utama Ken's Group,"

"Maaf, anda siapa?"

"Kirimkan saja cepat!"

"Tolong jangan main-main! Mana dokter Rio?"

Arsen meminta ponselnya. Sebelah tangannya menahan luka-nya.

"Dre..." panggil Arsen.

"Kirimkan ambulancenya. Ada pasien terluka. Luka tusuk lumayan dalam. Pasien mulai kekurangan darah. Ini keadaan darurat. Kirimkan dalam waktu 10 menit,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang