Wejangan Reihan

5.6K 537 39
                                    

Arsen menghela kecil. Hari ini hari terakhirnya bertugas di rumah sakit yang sangat amat teramat jauh letaknya dari rumahnya. Katakanlah dia lebay. Tapi, letak rumah sakit dimana dia dinas itu memang sangat jauh dari rumahnya. Rumahnya di Jakarta Barat, sedangkan rumah sakitnya di Jakarta Timur.

Arsen tersenyum saat ditawari untuk ikut acara perpisahan dengan dirinya. Memang sudah tradisi kalau dokter yang pindah dinas atau berhenti bekerja di rumah sakit itu akan mendapatkan acara pelepasan. Bagi yang baru datang juga akan diadakan acara penyambutan. Arsen mengangguk kecil karena, tidak bisa menolak tradisi itu.

"Jadi, kenapa dokter Rio berhenti?" Tanya salah satu suster magang.

"Saya tidak berhenti. Hanya pindah dinas saja," ujar Arsen.

Arsen meneguk jus stroberi di depannya. Reihan teman sejak masa kuliahnya itu, tiba-tiba merangkulnya.

"Terlalu merendah lo! Padahal alasan lo pindah, kan karena rumah sakit keluarga lo yang baru di bangun itu sudah resmi jadi punya lo sendiri," ujar Reihan.

"Re..." Arsen mendesis.

Dia memang tidak memberitahu siapa pun walau selentingan-selentingan tentang berita itu sudah tersebar sejak dia mengajukan surat pindah dinas. Arsen hanya tidak mau para rekan sejawatnya merasa pencapaiannya hanya berbekal nama keluarga. Arsen tidak suka jika dianggap seperti itu.

"Yah... jadi nggak bisa ketemu dokter Rio lagi deh," sungut perawat magang itu.

"Selesaikan kuliah kamu dengan benar... magang disini bukan untuk cari jodoh. Kalau pun mau, cari yang masih single. Misalnya ini si dokter Reihan," ujar Arsen memberi wejangan.

Arsen bukannya tidak tahu kalau perawat magang di depannya ini sudah menaruh hati padanya. Arsen tahu bahkan sangat tahu. Apapun yang perawat itu lakukan sangat menunjukkan kalau dia berusaha membuat Arsen menarik perhatian padanya.

"Benar itu! Jangan sampai jatuh hat pada yang sudah punya gandengan. Apalagi kalau jatuh hati sama dokter Rio. Bisa patah hati siang-siang kamu!" ujar perawat yang dia tunjuk menjadi asistennya.

"Hah?" Perawat magang itu menatap dengan heran.

"Dokter Rio sudah ada punya,"

"Kalau janur kuning belum melengkung tidak apa usaha,"

Arsen mendengus. Reihan dan para rekan kerja Arsen tertawa geli. Perawat magang itu seperti tidak terima ditertawai. Dia pikir, memangnya apa salahnya kalau dia berusaha sementara dokter Rio sudah punya gandengan? Toh, belum tentu akan sampai pernikahan. Jadi, dia berpikir masih memiliki kesempatan. Arsen menggeleng kecil. Memang perawat magang itu baru masuk sebulan lalu. Sementara dia dan Naira sudah dua bulan menikah.

Arsen menoleh dan tersenyum. Sangat terlihat sekali kelembutan di raut wajah Arsen yang bisa hanya tersenyum seadanya. Bahkan saat bersama pasien anak-anak saja, senyum Arsen tidak pernah seperti saat ini. Senyum yang membuat perawat itu ikut tersenyum. Dia semakin mengagumi Arsen. Arsen berdiri, dia segera beranjak dari sana.

"Hey, sayang," sapa Arsen.

Tanpa ragu Arsen mencium kening Naira. Dia juga mencium pipi kiri istrinya dengan sayang.

"Maaf lama. Kakak sudah menunggu sejak tadi?" Tanya Naira.

Arsen menggeleng.

"Belum. Ayo duduk di dekatku!"

Arsen meraih pinggang Naira dan berjalan kembali ke kursi yang tadi dia tinggalkan.

"Sampai nyusul kesini? Tidak salah?" Ujar perawat magang itu.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang