Jangan Pernah Pergi!

5K 480 23
                                    

Arsen berdiri membelakangi meja kakaknya. Dia sedang menatap keluar gedung melalui jendela di belakang kursi kerja sang kakak. Arsen butuh tempat menenangkan diri. Dia tidak menemukannya di rumah sakit dan dia tidak bisa menemui Naira jika dia masih seperti ini. Dia tidak mau menyakiti Naira.

Arsen berbalik dan memukul keras meja kakaknya hingga kaca meja itu pecah dan menimbulkan suara nyaring. Bahkan pintu ruangan kakaknya langsung terbuka dengan cepat.

"Arsen!" Sang kakak memanggil dengan terkejut kala melihatnya.

"Jim, suruh semua orang di lantai ini menyingkir sedikit," ujar sang kakak.

Setelah memastikan asistennya pergi, dia mendekati Arsen. Bermaksud menenangkan anak itu.

"Arsen, bicarakan baik-baik. Ada apa sebenarnya?"

Arsen diam saja. Hanya tatapan tajam yang terlempar ke arah sang kakak. Arsen memilih melemparkan vas bunga di cabinet ke lantai. Sang kakak tidak bisa lagi bersabar untuk menunggu Arsen tenang. Dia maju dan akhirnya malah berkelahi dengan Arsen. Aksi Arsen selesai saat sang kakak mengunci gerakannya.

"Lepas!" Ujar Arsen dengan kasar.

"Tidak! Tenangkan dulu dirimu," ujar sang kakak dengan napas yang masih sedikit berantakan.

"Jangan seperti ini! Kamu mau Naira kabur karena melihatmu seperti ini?!" Tanya sang kakak.

Arsen akhirnya menarik napasnya dalam-dalam. Dia menghembuskannya dengan kasar. Setelah yakin adiknya sudah tenang, dia melepaskan kunciannya.

"Maaf, kak," ujar Arsen.

"Hn. Tak masalah. Ada apa sebenarnya?"

"Kesal. Kekesalanku sudah aku tahan sejak anak dokter Tomo kembali menggangguku setelah tahu tentang Naira dari Laura,"

"Hanya itu?"

"Dia kembali,"

"Dia? Dia yang mana?"

"Dua-duanya!"

"Mantan Naira sudah dikerangkeng oleh Carlo,"

"Tapi, kemarin mereka kesini,"

"Carlo tidak akan melawan kita. Tidak akan melawan papi,"

Arsen menarik napasnya lagi. Dia memang sedikit takut. Takut Carlo membantu mantan Naira dan melukai Naira.

"Mantanmu juga kembali?" Tanya sang kakak.

Arsen mengangguk.

"Bukankah dia ada di Milan?"

"Dia kabur. Tidak mau dijodohkan oleh ayahnya. Dia mengusik Naira dan menghampiri Eren di sekolah! Dia menghina Naira di sekolah Eren membuat semua orang mengusik Eren,"

"Karena itu kamu sangat kesal?"

Arsen mengangguk. Dia menghampiri kakaknya dan menyadarkan diri dengan nyaman di badan kakaknya. Peduli setan dia dikatakan manja. Dia butuh itu sekarang atau dia akan menghancurkan segala hal.

"Nai tidak tahu sisimu yang ini, kan?" Tanya sang kakak.

"Belum. Kalau dia tahu, aku yakin dia akan menyamakan aku dengan mantan kekasihnya yang bajingan itu,"

"Kalau begitu, baik-baiklah kamu menjaga emosi. Kakak tidak mau kamu seperti ini lagi,"

"Asal tidak ada yang mengusik kami, aku rasa aku tidak akan seperti ini, kak,"

"Kakak tahu. Karena itu, setiap kamu meminta tambahan personnel, kakak akan langsung mengabulkannya,"

Arsen mengangguk. Dia diam untuk sejenak dan menarik napasnya dalam-dalam. Dia lalu berdiri dan saat dia merapikan bajunya dia baru merasakan sakit dari tangannya. Arsen menunduk dan melihat tangan kanannya terluka dengan lumayan banyak goresan. Arsen terkekeh kecil saat kakaknya menyentil dahinya.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang