Rio Arseno Kenneth Dimitra

10.7K 623 13
                                    

"Pagi dokter,"

Dengan anggukan kepala, Dokter yang merangkap kepala bagian rumah sakit itu, berjalan menuju ke ruangannya. Langkah kakinya selalu diiringi tatapan memuja dari para kaum hawa di rumah sakit itu. Bukan hanya para suster atau rekan sejawatnya, melainkan para pasien atau keluarga pasien. Langkah kakinya terhenti sejenak untuk membuka pintu ruangan tempatnya bekerja hari ini. Ruang rawat pasien. Dia memang sedang berkeliling mengecheck keadaan pasien-pasiennya.

"Selamat pagi, bu," sapanya

"Eh dokter Rio sudah datang. Pagi dokter,"

Sang dokter alias Rio alias Arsen, mengangguk dengan senyum kecil di bibirnya.

"Bagaimana kabarnya hari ini?"

"Sudah jauh lebih baik dokter, hanya saja kaki saya masih agak kaku untuk digerakkan,"

Arsen menacatat semua keluhan pasiennya dengan teliti dan mulai memeriksa kaki pasiennya.

"Rajin melakukan fisioterapi ya bu, agar kakinya tidak terlalu kaku lagi..."

"Iya dokter..."

"Saya permisi dulu bu,"

Arsen segera berbalik dan menyerahkan papan di tangannya pada suster yang sejak tadi ada di belakangnya.

"Sudah selesai semua kan?" Tanyanya

"Sudah dokter,"

Arsen mengangguk dan segera melangkah kembali menuju ke ruangannya. Langkah kakinya terhenti lantaran ada seorang perempuan yang tengah berdiri di depan ruang kerjanya dan sedikit bercekcok mulut dengan salah satu suster di rumah sakit ini.

"Ada apa Di?" Tanya Arsen.

"Eh, ini dokter. Dia cuma salah paham. Biar saya saja yang menangani,"

Arsen mengangguk saja, dia percaya pada rekannya itu. Dia memilih mengambil kunci ruangannya, sebelum akhirnya suara lirih itu terdengar olehnya.

"Tolong saya..."

Suara lirih itu entah bagaimana bisa membuat hati Arsen bergetar.

"Anda dokter Rio Arseno Kenneth Dimitra kan? Dokter yang sangat hebat itu kan?"

Arsen berbalik dan menatap perempuan itu. Perempuan itu melepaskan tangan suster yang sejak tadi mencengkram tangannya hingga meninggalkan bekas kemerahan.

"Please... Tolong saya" ujar perempuan itu lagi.

Dia berjalan dengan gontai ke arah Arsen dan memegang lengan Arsen.

"Please tolong saya... Tolong saya..."

Belum sempat Arsen bertanya perempuan itu sudah keburu pingsan. Refleks Arsen menarik tubuh perempuan itu mendekat ke arahnya dan dia menahannya agar perempuan itu tidak merosot ke tanah.

"Hei..." Arsen menepuk pipi perempuan itu.

"Di, siapkan kamar rawat VIP,"

"T-tapi dokter,"

Arsen langsung mendelik.

"Tidak ada tapi Di! Kamu ingin dia mati?!"

Suster itu pergi. Arsen segera menggendong perempuan itu ke ruang VIP. Sesampainya disana dia melakukan semua upaya agar keadaan perempuan itu lebih stabil.

"Beri tahu saya kalau dia sudah sadar!" Ujar Arsen sebelum dia meninggalkan kamar rawat itu.

Arsen kembali ke ruangannya. Dia duduk di kursi kerjanya dan menatap foto disana.

"Mami... Hari ini ada perempuan aneh yang tiba-tiba datang..."

"Apa Arsen harus menolong dia mi?"

Rio Arseno Kenneth Dimitra. Putra ketiga keluarga Dimitra. Anak yang dulu sangat lemah dibandingkan dengan saudara-saudara kembarnya tapi kini, Rio Arseno sangat sehat dan menjadi dokter andalan di rumah sakitnya atau bahkan di Indonesia. Keahliannya bahkan diakui oleh persatuan Dokter seluruh dunia.

"Mi, Arsen kangen mami,"

Panggilan dari ponselnya, membuat dia berhenti menatap wajah sang ibunda. Dia segera menerima telepon itu

"Hhh... Keluar kota lagi..." Arsen mendesah pelan saat dia selesai menerima panggilan itu.

Arseno segera pulang dan berkemas untuk pergi ke Samarinda selama dua minggu.

"Jangan lupa kabari saya kalau gadis itu sudah sadar!" Ujar Arsen mengingatkan suster yang dia tugaskan menjaga gadis asing di kamar VIP.

Setelah memesankan banyak petuah pada para suster di rumah sakit keluarganya itu, Arsen menengok gadis itu sekaligus memeriksanya.

"Cantik. Entah apa yang membuatnya sampai seperti ini," gumam Arsen.

"Kalau kamu itu jadi pacar saya, apapun yang kamu minta saya penuhi," gumam Arsen lagi.

Arsen terkekeh dan menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya aku sudah gila. Sudahlah,"

Arsen entah kenapa tergerak untuk merapikan helaian rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu. Tak sampai disitu, tangan Arsen bahkan membelai pipi tirus itu dengan perlahan dan lembut.

"Sepertinya aku tertarik padamu. Mungkin setelah ini, kamu harus bersiap-siap untuk menjadi milikku,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang