Arsen's Anger

6.8K 465 17
                                    

Arsen duduk tenang di kursinya. Dia melirik cincin kecil di tangannya. Cincin sederhana dengan berlian kecil sebagai mahkota dari cincin itu. Arman yang memberikan rekomendasi padanya beberapa hari lalu.

Menunggu sekian jam ketiga kakak beradik yang sudah dia tunggu sejak tadi akhirnya sampai. Arsen tersenyum. Gadisnya nampak sangat cantik hari ini. Arsen menarik kursi di sebelahnya, dia mempersilahkan gadis pujaannya duduk. Tidak ada percakapan berat hanya beberapa candaan riangan dan menikmati makan malam.

"Sayang," panggil Arsen

"Hm?"

"Aku mau bicara,"

"Silahkan,"

Arsen melirih Eren dan Lisa. Kedua anak itu tersenyum. Arsen mengeluarkan kotak kecil itu dari sakunya.

"Sayang, aku tahu ini mendadak dan terkesan tidak sabaran. Tapi, aku tetap akan mengatakannya padamu. Naira... maukah kamu memberi kakak kesempatan untuk menjadi pendampingmu?"

Naira terkisap. Dia terkejut sampai tidak bisa menjawab. Dia diam saja. Eren dan Lisa terkikik melihat kakak mereka terdiam dengan wajah merona. Sementara Arsen hanya bisa menanti dengan raut cemas yang sangat kentara.

"Kakak tidak sedang bercanda, kan?"

Pertanyaan itu membuat Arsen tenganga akibat kaget. Dia langsung menggeleng kuat-kuat.

"Tidak. Kakak sedang serius, Aira,"

"Seberapa yakin?"

"Lebih dari yakin,"

"Sungguh?"

"Sangat,"

Naira diam kembali. Dia menatap mata cokelat itu dengan lekat. Akhirnya dia mengangguk. Arsen langsung menghela lega saat melihat anggukkan kepala Naira.

"Tapi, aku mau menikahnya kalau Eren dan Lisa sudah selesai kuliah,"

"Ummm... sampai mereka selesai sekolah saja, ya?" Tawar Arsen.

"Tapi... nanti Eren dan Lisa-"

Arsen menggenggam tangan ramping itu. Dia mengusapnya dengan sayang.

"Kakak sudah bilang, kakak menganggap Eren dan Lisa adik kakak sendiri. Kakak tidak akan merasa keberatan untuk membiayai mereka,"

"Kak..."

"Mau ya? Eren dan Lisa akan tinggal dengan kita nanti,"

"Tapi, tidak enak dengan om Alvaro nanti kak,"

"Kenapa tidak enak? Kita tidak tinggal di rumah papi. Kita tinggal di rumah kita sendiri,"

Merasa tidak ada pilihan lain untuk menolak ucapan Arsen, Naira tersenyum kecil.

"Baiklah, terserah kakak saja,"

Arsen tersenyum lebar. Dia segera memasangkan cincin yang dia bawa di jari manis Naira. Dia bahkan mengecup jari itu berkali-kali.

"Kak... maaf mengganggu adegan romantis kalian. Tapi, kami sudah mengantuk. Besok kami masih harus sekolah," ucap Eren.

Arsen terkekeh. Dia mengangguk dan membayar makan malam mereka. Sebelum pulang, Naira memutuskan ke kamar mandi sebentar. Lisa ikut bersamanya. Erena dan Arsen menunggu mereka sambil berbincang singkat.

"Jadi, bagaimana dengan rencana kuliahmu?"

"Belum terpikir. Tapi, sepertinya aku mau mengambil jurusan desain,"

Arsen mengangguk kecil.

"Jurusan apapun, asal kamu tekuni dan sukai, pasti akan berguna untukmu nantinya,"

[DS #3] Save Me Hurt MeWhere stories live. Discover now