Part 10 [ 1 ]

67 14 4
                                    

20 tahun yang lalu...

Malam itu hujan sangat deras. Hamish kecil baru saja terlelap setelah di bacakan dongeng oleh Ayahnya.

Menjelang subuh, Hamish kecil mendengar suara isakan tangis dari luar kamarnya. Ia pun beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya.

Di luar sana, tepat di kamar orang tua Hamish. Ibu dan semua kakaknya sedang menangis. Hamish kecil pun bingung. Mengapa mereka semua menangis? Lalu matanya pun menangkap keberadaan sang ayah yang sedang berbaring.

"Ma, ada apa? Mengapa kalian semua menangis?" Tanya Hamish kecil.

Aicha pun segera memeluk erat putra bungsunya itu.

"Sudah masuk Subuh. Ayo kita Shalat berjamaah Ma, lepas dulu pelukannya, Hamish mau bangunin Papa." ucap Hamish sambil melepaskan pelukan dari mamanya dan menghampiri ayahnya yang sedang tertidur pulas.

Hamish menyentuh tangan Ayahnya. Dingin, itu yang Hamish rasakan ketika menyentuh tangan Ayahnya.

"Mengapa dingin sekali?" Tanya Hamish pelan.

"Pa, bangun. Ayo kita shalat subuh,"Ucap Hamish kecil sambil menggoyangkan tubuh Ayahnya pelan.

Tak ada gerakan sama sekali dari Ayahnya. Hamish menatap kakaknya agar menjelaskan apa yang terjadi pada Ayahnya sekarang.

"Ma, Papa kenapa nggak mau bangun? Biasanya Papa yang bangunin Hamish. Kenapa sekarang Papa nggak mau bangun?" Tiba-tiba fikiran buruk terlintas begitu saja.

"Papa nggak ninggalin Hamish kan?" Tanya Hamish yang mulai lirih.

Tak mendapatkan jawaban dari sang Ibu, fikiran buruk kini memenuhi kepalanya. Tubuh Hamish mulai bergetar, genangan air telah memenuhi pelupuk matanya, dan ia tidak dapat lagi menahan tangisnya. Hamish sudah cukup umur untuk dapat mencerna situasi ini, ia tahu bahwa Ayahnya telah pergi meninggalkannya.

"Papa nggak ninggalin Hamish kan?Papa mau liat Hamish sukses kan? Papa janji mau nemenin Hamish sampai sukses. Bangun Pa, Hamish nggak mau Papa pergi. Bangun Pa." ucap Hamish kecil yang tak henti menangis.

"NGGAK PA, NGGAK BOLEH! PAPA HARUS ADA SAMA HAMISH TERUS, PAPA NGGAK BOLEH PERGI!" Teriak Hamish dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.

Mendengar teriakan Hamish, Aicha bergerak cepat mendekap Hamish, menenangkan Hamish yang terus histeris. Ia tahu apa yang di rasakan Hamish, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ini kehendak Tuhan, ia tidak bisa melakukan apapun, pada dasarnya semua akan kembali kepada Sang Pencipta.

Subuh itu menjadi Subuh terkelam bagi Hamish. Orang yang sangat Hamish cintai telah pergi meninggalkannya.

Setelah pemakaman Ayahnya selesai, orang-orang perlahan meninggalkan pusara almarhum Ayah Hamish. Sedangkan Hamish, ia tidak beranjak sedikitpun dari tempat peristirahatan terakhir Ayahnya itu. Dirinya kini sedang memeluk erat nisan sang Ayah. Air matanya terus mengalir tanpa henti. Rasanya dunia Hamish berhenti saat Ayahnya sudah tidak ada lagi di dunia ini.

***

Waktu terus berjalan tanpa peduli dengan banyaknya manusia yang menderita karena pahitnya kehidupan. Setiap hari yang ia lalui seperti merangkak, hanya diam ditempat.

Satu bulan berlalu. Hamish dan keluarganya kembali ke Belanda tanpa sosok sang Ayah. Hamish yang semula anak kecil yang periang,kini menjadi Hamish yang suka merenung,pendiam, emosional bahkan menjadi nakal.

Twenty Two From LondonWhere stories live. Discover now