Part 10 [ 2 ]

60 17 3
                                    

Setelah sekian lama Hamish dan ibunya tidak pernah berbincang, akhirnya malam ini, selepas shalat Isya, Hamish menghampiri kamar ibunya, mereka duduk di sebuah ranjang yang terlihat nyaman.

“Ma, boleh Hamish cerita?” Tanya Hamish kepada ibunya.

Mata Aicha berkaca-kaca, lalu ia mengangguk sambil mendekap sang putra. Setelah sekian lama akhirnya Hamish mau menceritakan apa yang Hamish rasakan kepada Aicha.

“Tentu sayang. Ceritalah, Mama akan sangat senang mendengarnya.” Ucap Aicha lembut.

Mereka berdua saling menatap lalu tersenyum. ‘mengapa aku sangat egois, hanya sibuk bergelut dengan rasa sakit selama ini? Hingga aku tidak menyadari ada sosok Mama yang sabar menghadapi sifatku selama ini. Maafkan Hamish Ma, Hamish janji hari ini Hamish akan membuat Mama bangga kepada Hamish.' Itulah arti tatapan Hamish.

“Tadi siang Hamish bermain bola, semua orang disana sangat baik, Hamish menyukai mereka Ma, maafkan Hamish ya.”

Aicha tersenyum.

“Hamish anak baik, Hamish anak kuat, tidak perlu minta maaf. Ayo lanjutkan ceritanya Nak.” Ucap Aicha antusias.

“Ketika Hamish berlari, rasanya semua beban dalam fikiran Hamish ikut terbang, semuanya ringan. Hamish merasakan kebahagiaan saat bermain bola,”

Aicha lalu memeluk Hamish.

“Hamish suka bermain bola ya? Mama juga suka sepak bola nak.” Ibunya tersenyum sembari mengelus lembut rambut putranya.

"Benarkah?" Ucap Hamish dengan mata berbinar, Hamish tidak menyangka kalau Ibunya juga suka sepak bola.

"Benar sayang, idola Mama itu Pele dia pemain Timnas Brazil," Ucap Aicha.

"Apapun yang Hamish suka,Mama akan selalu ada untukmu dan mendukung kamu Nak. Begitupun dengan kakak-kakakmu, kami sayang pada Hamish.” Ucap Aicha tersenyum, Lalu keduanya berpelukan dengan haru.

"Terimakasih Ma. Tapi Ma, Hamish tidak tahu siapa itu Pele, maaf Ma." Ucap Hamish tersenyum di pelukan sang Ibu.

"Sayang, tidak perlu minta maaf. Nggak papa kalo kamu tidak tahu idola Mama Nak," Ucap Aicha tertawa.

"Kalo gitu nanti Hamish mau jadi seperti Pele Ma, biar di idolain sama Mama dan semua orang!" Ucap Hamish semangat.

"Aamiin," Ucap Aicha sembari mengelus rambut Hamish.

"Ketika nanti Hamish jadi pemain bola terkenal, tetap jadi Hamish yang rendah hati ya Nak," Ucap Aicha kepada Hamish dan di jawab aggukan kepala oleh Hamish.

"Ya Allah jika engkau mengizinkan anakku menjadi pemain bola, permudahkan jalannya ya Allah." Ucap Aicha dalam Hati.

"Andai Papa ada disini Ma, pasti Papa suka kalo Hamish cerita gini, pasti nanti Papa bilang 'wah anak kecil Papa udah besar sekarang, udah bisa main bola.' ish padahalkan Hamish udah besar, Hamish udah 10 tahun berarti udah besar bukan anak kecil lagi ya Ma," Ucap Hamish mengingat kebersamaan bersama Ayah dalam pelukan sang Ibu, tanpa Hamish tahu Aicha mengusap air matanya yang kini mulai jatuh dari matanya.

"Papa lagi apa ya disana?"tanya Hamish lirih.

Matanya menatap ke arah jendela, ia melepas pelukan sang Ibu. Ia berjalan menuju balkon kamar, Aicha mengikuti Hamish menuju balkon kamar.

"Ma lihat, ada bintang yang bersinar terang!" tunjuk Hamish ke arah bintang yang bersinar terang di antara bintang yang lain. Aicha mengikuti arah tunjuk Hamish, dan benar ada bintang yang terang disana.

Twenty Two From LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang