part 58

17 4 0
                                    

Happy reading
.
.
.

Aicha cukup jengah mendengar ucapan kedua anak tertuanya. Apa yang di katakan mereka benar, namun apa mereka harus berbicara seperti itu di depan Aleena? Oh ayolah, Aicha ingin menimang cucu dari Hamish.

"Kasian sekali takdir paman ya kawan." Celetuk Elzam dengan santai sembari menyantap makanan nya.

Aicha menggerutu dalam hati. Ayahnya baru saja berhenti, dan anaknya akan memulai? Kenapa dengan keluarga ini? Batin Aicha berteriak.

"Maka dari itu, Nak. Kau harus tetap tampil tampan, agar tidak di tolak oleh perempuan idamanmu." Sahut Zalem menimpali ucapan anaknya. Dalam hati Zalem berteriak senang, sungguh indah sekali menggoda Hamish.

"Tentu, Dad. Daddy tidak perlu khawatir. Elzam Ziyev akan tampil menawan setiap saat. Bukan seperti itu sayangku?" Elzam memegang tangan Aleena dan mencium pundak tangannya. Hamish yang melihat tingkah Elzam ingin rasanya membuang anak itu ke kandang gorila.

Aleena yang mendapat tindakan mendadak dari Elzam hanya tersenyum kaku. Bagaimana cara merespon keluarga Hamish ini? Aleena takut kelepasan. Batin Aleena.

"Hei, kau jangan merusak acara ulang tahunku dengan kemarahan pamanmu ya. Lihat wajahnya, sudah merah padam." Celetuk Humaira dengan dagu yang bergerak ke arah Hamish.

Sontak saja mendengar ucapan Humaira, mereka melirik ke arah Hamish yang kini wajahnya merah padam, keringat telah membasahi jidatnya.

"Ya Allah, Nak. Kau makan cabai?" Pekik Aicha kaget melihat bekas gigitan cabai yang ada di piring Hamish.

"Ini minum."

"Minum dulu."

Aleena dan Zaina bersamaan memberikan minuman kepada Hamish. Hamish yang melihat itu hanya diam. Hasan, Elzam, dan Zalem mereka dengan kompak berdeham.

"Sungguh indah jika memiliki istri dua ya." Sahut Hasan pelan.

"Kanan, kiri, oke." Sahut Elzan dengan senyum kebanggaan nya.

"Pilih sambil tutup mata tidak akan sia-sia." Kekehan keluar dari Zalem, dan langsung di tepuk oleh istrinya.

"Sayang, boleh tidak aku nambah?" Tanya Hasan tiba-tiba kepada istrinya.

"Kau mau menambah makanan, kak?" Tanya Humaira.

"Bukan, mau menambah istri." Diiringin dengan suara kekehan yang meluncur dari bibirnya, Hasan langsung mendapatkan tatapan tajam dari istrinya.

"Bercanda." Nyali Hasan langsung menyusut ketika mendapat tatapan tajam dari sang istri.

Suara gelak tawa terdengar di telinga Hasan. Mereka puas menertawakan ekspresi Hasan yang menurut mereka sangat lucu. Hasan tipikal suami takut istri. Makanya, ketika mendapatkan tatapan tajam nyalinya langsung menyusut.

"Mampus kau, makan tuh tambah istri!" Sahut Zalem dengan suara tawa yang masih terdengar.

"Minimal kalo mau nambah udah ada calonnya lah ya." Sahut Hamish santai dengan seringai muncul di bibirnya.

***

St. THOMAS' HOSPITAL.

Setelah melakukan transfusi darah. Alex di sarankan untuk berbaring selama lima belas menit. Alex berdecak sebal dengan kakaknya. Bukannya sudah Alex peringatkan kepada Alana untuk lebih waspada terhadap Olive? See, sekarang dia terkapar tak berdaya di brankar rumah sakit dengan alat yang menempel di tubuhnya.

"Untung saja Tuhan masih ingin kau hidup. Jika tidak mungkin kau sudah mati."

Alex merogoh kantong celananya. Mencari keberadaan ponselnya, "sialan, tertinggal di dapur." Alex mengumpat kesal.

Alex segera bangkit dari tempat tidurnya. Membuka pintu dan meninggalkan ruang transfusi darah. Andrew dan Maria yang mendengar decitan suara pintu menoleh ke arah suara.

"Alex, kau mau kemana?" Tanya Andrew khawatir.

"Aku harus pulang, ada urusan kampus yang harus aku kerjakan."

"Kau tidak bisa menundanya?" Maria memberikan saran kepada Alex. Namun saran dari dirinya malah membuat Alex menatap dirinya sengit.

"Kau pikir aku anakmu yang bangga dengan nilai C?" Sentak Alex kepada Maria. Maria yang mendengar itu hanya diam tanpa berniat membalas.

"Dimana sopan santunmu? Maria itu ibumu. Dia sayang kepadamu. Dia menyarankan seperti itu karena kau baru saja transfusi sebanyak empat kantong. Kau perlu istirahat terlebih dahulu." Ucap Andrew dengan nada yang sedikit tinggi. Jika Andrew tidak ingat bahwa dirinya berada di rumah sakit, sudah di pastikan Andrew akan menaikkan suaranya lebih tinggi lagi.

"Kau mempertanyakan kesopananku?"

"Dan yang harus kau ingat, Dad. Ibuku. Hanya. Rose." Alex menekan setiap kata yang keluar dari bibirnya. Kemudian, Alex meninggalkan Andrew dan Maria. Tidak peduli dengan perkataannya yang menyakiti hari Maria. Toh, Alex hanya berbicara fakta. Faktanya hanya Rose lah ibunya, bukan Maria.

"Anak itu..." Desis pasrah terdengar dari mulut Andrew. Andrew rasa ia telah lelah menghadapi sifat Alex yang semakin hari semakin tidak bisa di kendalikan.

***

"Kimbap satu ya, tapi tidak pedas. Soalnya pacar saya tidak suka pedas." Alicia memesan kimbap untuk dirinya sendiri.

"Loh loh dek? Nggak bahaya ta?" Celetuk Olive.

Alicia yang mendengar itu, hanya menganggap ucapan Olive angin lalu. Alicia segera mencari kursi kosong untuk dirinya duduk. Lelah sekali rasanya mencari stand kimbap.

"Huh, cukup lelah hari ini." Alicia menghela napasnya lelah.

"Loh, pacarnya Kim Taehyung harus semangat dong! Ayo, ayo semangat gapai Kim Taehyung." Olive merangkul pundak Alicia yang lemas.

"Kim Taehyung, don't leave me. I'm cooming." Sahut Alicia dengan nada lelah.

Olive yang mendengar itu terkekeh, Romeo juga ikut terkekeh melihat tingkah Alicia, "sudah, jangan kau usili lagi. Daya Alicia tersisa lima persen. Perlu di charger terlebih dahulu."

"Utututu. Kasian sekali calonnya Kim Taehyung ini." Olive memeluk tubuh Alicia, mendekap tubuh mungil Alicia dan mengacak rambut hitam Alicia.

"Maafkan aunty, Licia." Ucap Olive dalam hatinya.

***

"Tumben banget nih si Jeno atau Hamish tidak menelepon diriku yang tampan ini." Jeremy dengan suara yang percaya diri. Kemudian ia menatap dirinya di pantulan cermin yang berada di kamarnya.

"Buset, ganteng banget gue." Dengan senang hati Jeremy memuji ketampanan dirinya. Menyugar rambutnya kebelakang dan tersenyum manis ke arah cermin. Setelah itu, Jeremy tertawa melihat tingkah absurd dirinya.

Jeremy mencoba menghubungi Jeno. Menunggu jawaban dari seberang telepon, Jeremy bersenandung kecil. Bayangan wajah Olive tiba-tiba melintas di pikirannya. Jeremy dengan sadar langsung menepis bayangan tersebut.

"Muncul elit, di miliki sulit." Celetuk Jeremy.

"Tumben banget nih bocah tidak mengangkat telepon dari orang ganteng. Tidak sopan ini namanya." Gerutu Jeremy.

"Apa terjadi sesuatu sama Jeno ya?" Jeremy bertanya pada dirinya sendiri. Bayangan pesan yang muncul di ponsel Alex mengingatkan Jeremy pada Jeno. Dari ketikan pesan yang sama persis seperti Jeno, dan seakan-akan pesan tersebut bersuara seperti suara Jeno. Tapi apa yang mereka berdua rencanakan? Mereka saling kenal?

____________________________________________________________________________

Bagaimana part ini?

Spam komen dan vote sebanyak-banyaknya ya!!!

Terimakasih❤❤❤

Twenty Two From LondonWhere stories live. Discover now