Part 11

68 14 5
                                    

Pukul 23.22 waktu London.
Jeremy dan Jeno telah sampai di apartement Hamish. Tepat pukul 00.00 waktu London nanti, mereka akan memberikan kejutan pada Hamish, sahabatnya. Mereka terus berjalan menuju unit yang dimana tempat kediaman Hamish.

“Kue nya lo yang pegang deh.” Jeremy menyodorkan sebuah kotak kue pada Jeno.

“Ribet kan? Gue bilang nggak usah kasih kue segala, mending suruh Hamish beli sendiri  kalo dia mau.” sahut Jeno sambil berjalan mendahului Jeremy.

Jeremy terdiam menahan kesal.

“Huft, dosa apa ya gue? Kok punya temen gini amat,”

“Sssst! Berisik ah! Jam berapa sekarang?”

“Astaga! Bentar lagi! Ayo lari…”

***

“Kenapa ini?"

Tiba-tiba saja lampu di ruangan nya mati.

Hamish beranjak dan berjalan untuk mengeceknya. Tangan nya sudah mencapai gagang pintu dan bersiap untuk membukanya.

Sekelebat sosok muncul dari balik pintu bersamaan dengan lampu kembali menyala.

“Fiuhhh….”

SURPRISE FOR HAMISH...”

Happy birthday Hamish...”

“Selamat bertambah tua bro...hahaha"

Hamish mematung.

“Ya Allah! Gue fikir setan! Ah kalian berdua ini…”

“Tega lo bilang kita setan?! Minta maaf nggak? Atau gue nggak akan kasih kue!”

“BODO!” Hamish mendelik lalu berjalan meninggalkan kedua temannya.

Pada akhirnya, mereka terlihat sedang berada di sebuah meja makan. Sedangkan Hamish sedang berbincang dengan ibunya melalui video call.

Ketika wajah ibunya muncul dari layar ponsel, mata Hamish mulai berkaca-kaca, lalu ia tersenyum…

“Ma… Hamish rindu, harusnya sekarang Hamish berada disana dan bisa memeluk Mama…”

Di sebrang sana, Aïcha tersenyum dengan haru.

“Mama juga merindukanmu sayang,” Sorot mata teduh itu terlihat mulai kabur,“dengarkan Mama, kita bisa saja terpisah karena jarak, tapi hati kita selalu dekat Nak. Dan do’a Mama tidak akan terhalang karna itu…” Lalu terdengar tawa riang dari ibunya.

Hamish pun ikut tertawa…

“Masa panglima tempur cengeng begini,” Jeno menimpali diiringi tawa renyah kedua temannya, dan mereka semua tertawa.

Malam semakin larut. Dan obrolan terus mengalir dari keduanya, hingga pada akhirnya,

“Jika kau ada waktu, cobalah untuk temui wanita itu, dia bersedia…”

“Sudahlah Ma, Hamish benar-benar ingin tidur. Kita bicarakan masalah ini di lain waktu saja,” Hamish tergagap dan berkata tanpa memperdulikan ucapan ibunya. Ia terlihat ragu, namun kemudian ia berhasil menguasai dirinya.

Kedua teman nya saling menyikut, jelas terbaca dari pancaran wajahnya, bahwa mereka sedang bertanya, 'wanita? Siapakah dia?'

“Selalu saja menghindar,”Aïcha terlihat menyeringai, meledek putra bungsu nya itu.“yasudah, jaga kesehatan disana, dan jangan lupakan kewajibanmu. Mama sangat sayang pada Hamish.”

Twenty Two From LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang