Part 18

46.3K 5.2K 176
                                    


Azzura, Ica dan Syifa tengah duduk dibalkon kamar Azzura. Mereka tengah menikmati rintik hujan disore hari, setelah bercerita panjang lebar. Kini saatnya mereka bersantai dan menikmati secangkir coklat panas dan bolu pisang yang dibawa Ica.

"Kata Om Garvil gimana?" tanya Syifa sembari memasukkan sepotong bolu kedalam mulutnya.

"Gavril, Syif. Kalau Garvil itu kucing." Tegur Azzura dengan kekehan pelan.

"Em, gimana ya? Susah jelasin tentang dia. Disatu sisi, Om Gavril bisa jadi sosok pelindung, orang yang paling mengerti dan pengertian. Tapi, di sisi lain dia juga bisa jadi sosok yang paling menyeramkan. Lo ngerti gak sih?"

Syifa dan Ica saling pandang sebelum mengangguk dengan pelan, dia mengerti betul apa yang dimaksud Azzura. Mungkin maksudnya lelaki yang berstatus duda itu bisa menjadi apa saja yang Azzura butuhkan, bukankah itu sesuatu yang baik seharusnya?

"Jadi dia bisa di andalkan dalam segala hal dong?" Tanya Ica dengan alis terangkat sebelah. Azzura mengangguk pelan mengiyakan pertanyaan Ica.

"Malah lebih bagus dong, Ra. Daripada menye-menye gak jelas cuma modal gombal doang." Tutur Syifa dengan semangat.

Sahabat mana yang tak senang saat sahabatnya menemukan seseorang yang akan menemani, melindungi dan mencintainya dengan tulus. Apalagi Azzura juga habis dighosting Dewa. Syifa dan Ica tak membahas tentang Dewa sedikitpun saat bersama Azzura, obrolan tadi pagi juga tak mereka katakan.

Mereka tak mau membuat Azzura merasa malu dengan berharap banyak pada sesuatu yang belum tentu akan menjadi miliknya. Di lihat dari sisi manapun, Dewa lah yang salah. Setiap pulang di ajak nongkrong dulu, malam minggu sering di ajak makan malam. Bahkan setiap liburan panjang pasti Dewa membawa Azzura jalan-jalan, gadis mana yang tak jatuh hati pada sosok lelaki yang selalu memberinya perhatian.

"Gue gak pernah ngira bakal deket sama Om-om." Gumam Azzura pelan, kepalanya mendongak menatap rintik hujan yang turun membasahi daun mangga di depan kamarnya.

"Gue juga, apalagi tampang lo yang kelihatan polos ini. Gak mungkin ada Om-om yang mau ngelirik elo." Ejek Syifa di akhiri dengan tawa menggelegar.

"Ngejek banget ketawa lo. Gue juga gak jelek-jelek banget kali, Syif." Kesal Azzura.

"Tapi yang diomongin Syifa bener loh, Ra." Ujar Ica membenarkan ucapan Syifa.

Syifa kembali tertawa di susul tawa Ica, Azzura menggeleng pelan dengan decakan kesal. Dia juga tak jelek, bodynya juga lumayan bagus. Tak mungkin tak ada yang mau sama Azzura, begitu pikirnya kira-kira.

~~~

Gavril tengah tersenyum miring dengan senapan angin ditangannya. Dia memainkan pistolnya dengan gerakan memutar, tatapan mata tajam serta alisnya yang mengernyit tajam membuat lelaki di depannya menelan ludahnya susah payah.

"Ayolah, saya menerima sebuah kejujuran. Bisa saja sebuah kejujuran itu membawa keselamatan di hidupmu!" Ujar Gavril santai namun penuh dengan ketegasan di dalamnya.

"Saya hanya di suruh, Pak. Saya gak tahu kalau gadis itu ada hubungannya sama Bapak." Jawabnya dengan nada suara bergetar.

"Oh ya? Tak mungkin juga. Semua orang yang berada dibawah kepemimpinan saya tahu siapa itu Azzura, tak mungkin kamu yang bawahan saya lama gak tahu. Atau pura-pura gak tahu?" tanya Gavril mengejek.

Wajahnya semakin pucat, dia tak mengira hidupnya akan berurusan dengan seseorang yang sudah lama dia ikuti. Seseorang yang pernah menolong hidupnya. Tapi kenapa kini dia justru seakan menghianati boss besarnya sendiri.

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now