Part 57

31.3K 3.8K 229
                                    


Kaki jenjang gadis muda dengan pakaian serba hitam tengah berdiri di samping gundukan tanah yang terlihat masih berwarna merah. Baru beberapa menit yang lalu semua pelayat pulang dan meninggalkan keluarga inti dari seseorang yang sudah berpulang tersebut.

"Pulang yuk, udah siang." Ujar lelaki dewasa dengan setelan baju hitam-hitam juga.

Gadis itu menoleh dan menggeleng, dia mau menemani sepupunya sebentar saja sebelum sepupunya benar-benar mau meninggalkan makam ibunya. Memang hal sangat sulit ditinggal oleh ibu yang sudah menemaninya dari kecil, memperjuangkan hidupnya, masih mau bertahan untuknya setelah luka yang diberikan suaminya.

"Beb, ayo pulang dulu. Kapan-kapan kita kesini lagi jenguk, Bunda." Ajak Santosa pada Inka yang masih setia bersimpuh memeluk gundukan tanah yang menutup jasad Melodi.

Inka termenung dengan air mata yang sudah mulai mengering  sedari tadi malam dia terus menangis. Tak tahu berapa lama dia menangis dan menyesali semuanya, menyesal karena sudah meninggalkan Melodi sendiri. Menyesal karena belum bisa membahagiakan Melodi dan membalas semua jasa ibunya.

"Bunda sama siapa?"

"Bunda sama amal ibadahnya, Beb. Kamu tak perlu khawatir. Bunda orang baik, pasti akan ditempatkan disisi terbaik."

"Kenapa Bunda secepat itu meninggalkanku? Kenapa Bunda pergi tanpa berpamitan dulu sama aku? Kenapa?"

"Bunda tak mau melihat air mata ini mengalir sebetulnya, dia ingin melihatmu tetap bahagia. Dan dia juga akan bahagia di sana." Santosa menarik tangan Inka dan mencoba membantunya berdiri untuk meninggalkan makam.

"Azzura juga sudah lelah, dia tak mungkin pergi kalau kamu tak pergi."

Inka mendongak menatap Azzura yang berdiri dibelakangnya, dia melihat wajah letih sepupunya. Semalaman penuh, Azzura lah yang menemani Inka. Bahkan, Ervi saat mendengar kabar Melodi meninggal dia datang bersama istrinya. Dan itu cukup membuat Lalita, Azzura dan ketiga kakaknya shock.

Setelah Santosa membujuk Inka lumayan lama, akhirnya perempuan itu mau meninggalkan makam ibunya. Dia berjalan keluar dari area pemakaman, sesekali dia menoleh untuk memastikan apakah dia tega meninggalkan bundanya?

Gavril berjalan dibelakang Inka dan Santosa. Tangannya masih senantiasa merangkul bahu Azzura, dia tak tahu kondisi Azzura yang sebenarnya. Apakah dia kuat atau tidak setelah melihat Ervi dan istri serta anaknya.

~~~

Pada sore hari, Azzura tengah duduk di balkon kamarnya. Menikmati udara sejuk sore hari yang baru saja turun hujan lumayan deras, seakan semesta juga kehilangan sosok Melodi dari dunia ini. Sehingga semesta mendatangkan mendung dan menurunkan hujan.

"Apakah daun hijau seindah itu sampai kamu tak melihat saya?" tanya Gavril yang tengah berdiri bersandar pada pintu balkon. Tangannya memegang secangkir kopi hitam dengan kepulan asap yang masih sangat pekat.

"Sejak kapan disitu?" tanya Azzura balik, dia membalikkan tubuhnya saat mendengar suara Gavril.

Gavril berjalan pelan dan ikut duduk diruang kosong samping Azzura, kursi yang memang muat untuk dua orang menjadi tempat Gavril dan Azzura menikmati sore hari ini.

"Baru kok, lagi mikirin apa? Sepertinya sangat serius?" tanya Gavril sembari menyesap kopinya. Sebelumnya dia sudah meniupnya pelan.

"Melihat Bunda, Kak Inka dan reaksi Om Pras aku keinget kalau itu posisinya keluargaku. Apakah Papa akan menangis seperti Om Pras? Apakah ada penyesalan juga sama seperti Om Pras? Bukannya aku mendoakan Mama yang buruk, tidak. Aku cuma berpikir, semua yang hidup pasti akan mati. Jadi ya begitulah." Gavril tersenyum manis dan mengangguk.

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now