Part 47

35.8K 4.8K 488
                                    


Ketukan pelan disebuah pintu kayu bercat putih gading tak membuat perempuan yang sedang duduk ditengah ranjang bergerak sedikitpun. Dia masih betah menatap tembok polos didepannya dengan air mata terus mengalir, ingatan-ingatan tentang kehidupannya berputar bagai kaset rusak di otaknya. Penyesalan, kekecewaan, sakit hati dan dendam yang mendalam semakin membuat hatinya terasa sangat sakit.

Entah dosa besar apa yang sudah pernah dia lakukan, sampai Tuhan menghukumnya dengan penderitaan seperti ini. Keluarganya hancur, kakaknya sibuk memulai bisnis baru karena semua bisnis yang mereka jalani dulu berawal dari harta sang papa. Dan saat ini, dia sendiri, memikul beban yang tak pernah dia pikirkan sebelumnya.

Beban yang benar-benar menguras mental, batin dan fisiknya. Sakit yang terasa begitu nyata walaupun tak dapat dilihat mata. Luka yang sangat basah dihatinya yang dia yakini tak dapat kering dengan secepatnya. Atau bahkan tak akan pernah kering dan sembuh seperti sedia kala.

"Baby?" panggilan lembut dari kekasihnya di ambang pintu kamar tak mengusik ketenangannya sedikitpun. Dia masih sangat fokus dan tak mengindahkan panggilan itu.

"Makan malam, ya. Kamu dari tadi gak mau makan." Imbuhnya saat tak mendapat jawaban apapun dari Azzura.

Dengan gelengan pelan, Azzura menoleh dengan wajah datar, bibirnya menampilkan satu garis lurus. Bahkan tak ada tanda-tanda akan tersenyum ataupun ekspresi ceria seperti biasanya.

Gavril menghembuskan napasnya panjang sebelum berjalan masuk kamar. Sebelumnya dia sudah menutup pintunya dan membawa nampan berisi makan malam dan susu untuk Azzura. Setelah pergi untuk mengurus sesuatu, Gavril segera pulang saat mendengar kabar Azzura tak mau makan sama sekali. Bahkan ganti baju saja dia tak mau.

"Walaupun hanya sedikit, tapi tetap harus makan. Kamu gak kasihan sama tubuhmu?"

Gavril menaruh nampannya di atas meja kecil yang ada di kamar tersebut. Setelahnya, dia duduk tepat di depan Azzura dan menggenggam jemari kekasihnya. Sorot mata yang sangat teduh dan lembut membuat Azzura meneteskan air mata tanpa diminta.

"Menangislah didepan saya, marahlah didepan saya, lakukan apapun pada saya, Sayang. Tapi jangan diam saja." Tutur Gavril sangat lembut. Azzura menarik napasnya panjang dan mengontrol napasnya yang mulai tak beraturan.

"Apa masih ada tempat untuk perempuan kotor sepertiku di hati seseorang?" tanya Azzura setelah lama terdiam.

Gavril tersenyum dan menatap Azzura semakin dalam. Tadi dia sempat memanggil Psikolog kerumahnya, dia ingin memastikan apakah kondisi Azzura sangat parah atau bagaimana. Dia takut terjadi hal yang tak diinginkan pada kekasihnya. Dan ternyata, atas kehendak Tuhan Azzura masih bisa kembali seperti sedia kala.

Hanya saja dia benar-benar butuh teman, entah kapan pikiran buruk, rasa kecewa pada dirinya sendiri dan dengan dorongan bisikan setan. Bisa saja Azzura melakukan hal tak terduga. Dia selalu berkata kalau tak pantas hidup karena dia merasa tak ada yang akan mengerti dirinya lagi.

Tak ada satupun orang yang akan menerima seseorang dari keluarga hancur, kegadisannya sudah diambil orang. Dia hanya merasa tak pantas mendapat cinta dari orang lain. Tapi, jika Gavril mau menemaninya dan selalu ada disisinya. Kemungkinan Azzura akan kembali seperti sedia kala sangat mungkin. Karena dia akan merasa dihargai lagi sebagai perempuan.

"Tak ada kata perempuan kotor, setiap perempuan itu suci."

"Aku sudah tak gadis," tuturnya dengan senyum miring, kepalanya menunduk menatap genggaman tangan Gavril yang begitu erat.

"Apa masalahnya? Itu juga bukan kehendak mu, itu semua sudah takdir Tuhan. Jangan karena sesuatu dalam dirimu diambil seseorang kamu merasa kotor dan tak pantas untuk orang lain." Jawab Gavril dengan senyuman sangat manis.

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now