Part 38

41.7K 5.2K 485
                                    


Bel tanda masuk kelas membuat Azzura berdecak kesal. Dia masih menikmati bakso di kantin, dan saat ini sudah bel saja. Padahal dia baru saja keluar kelas. Waktu semakin lama memang terasa semakin cepat, entah itu hanya dari pikiran orang-orangnya. Atau memang  itu yang benar-benar terjadi, bukan karena dari pikiran kita.

"Cepet habisin, jamnya Pak Vernandi sekarang. Lo gak mau dia ngincer lo, kan?" Goda Ica menatap Azzura.

Gadis dengan rambut di ikat separuh itu hanya berdecih pelan sembari menghabiskan baksonya yang masih setengah. Entah kenapa Pak Vernandi, guru muda yang menjadi guru pengganti karena guru IPS Azzura sedang cuti melahirkan. Dia sangat suka mencari gara-gara dengan Azzura. Entah menghukumnya, membuatnya kesal dengan cara diminta mengerjakan soal-soal yang seharusnya tak Azzura kerjakan.

"Gue gak mau berurusan sama kulkas dua pintu itu," tukas Azzura, dia segera berdiri dan berjalan meninggalkan meja kantin. Ica dan Syifa mengikuti Azzura dari belakang menuju kelasnya.

Saat diperjalanan menuju kelas, Azzura tak sengaja melihat Nensi yang berjalan berlawanan arah dengannya. Azzura memasang wajah sinis dan datar, sedangkan Nensi sudah tersenyum lebar seakan tak pernah ada konflik diantara mereka. Padahal, kalau orang lain tahu konflik apa yang pernah ada di antara dua gadis itu. Pasti berpikir kalau sampai tujuh turunan, dua gadis itu tak akan berbaikan. Apalagi konflik mereka begitu kompleks dan berputar-putar, hanya karena lelaki lebih banyak yang suka dengan Azzura daripada Nensi.

"Jalang!" bisik Nensi pelan tatkala Nensi dengan sengaja menabrakkan pundaknya. Azzura menghentikan langkah kakinya, dia menoleh dan tersenyum sinis. Alisnya terangkat sebelah di iringi decakan keras. Azzura tak ada niatan untuk bertengkar dengan Nensi hari ini, tapi untuk lain kali. Mungkin saja bisa, sesuai mood gadis itu.

"Butuh kaca?" Tanya Azzura mengejek. Ica dan Syifa sudah terkekeh pelan, Nensi melirik Azzura sebelum melanjutkan langkah kakinya.

Azzura membalikkan tubuhnya, dia menatap Nensi yang semakin menjauh. Senyum miring, kedua tangan bersidekap didepan dada, tatapan mata sinis serta seringai yang berada dibibir Azzura menegaskan kalau gadis itu telah menang. Bukankah pemenang tetap berdiri di arena pertengkaran, sedangkan yang kalah sudah pergi duluan? Seperti itu bukan?

"Zura, bantu saya mengambil buku di perpus." Suara bariton dari arah belakang membuat Azzura kembali membalikkan tubuhnya. Dia menatap guru baru di sekolahnya dari atas sampai bawah, dilihat dari penampilannya. Seperti bukan mencerminkan seorang guru, tapi lebih seperti anak muda yang akan nongkrong dengan temannya. Kaos kerah berwarna biru tua, celana bahan berwarna hitam.

"Baik, Pak. Ayo." Ajak Azzura pada kedua temannya. Ica dan Syifa mengangguk dengan semangat, mereka kembali berjalan menuju perpustakaan.

"Kamu saja, Zura. Nanti saya bantu." Tegur Vernandi saat Azzura dan kedua temannya sudah berjalan beberapa langkah. Ica dan Syifa saling lirik, mereka sudah mengira kalau Vernandi sebenarnya tengah mengincar Azzura. Terlihat dari gelagatnya dan juga cara dia menatap Azzura.

Vernandi dan Azzura berjalan beriringan menuju perpustakaan yang ada di lantai dua. Di perjalanan tak ada obrolan sama sekali antara mereka berdua, memangnya mereka akan mengobrolkan masalah apa? Hubungan mereka hanya antar guru dan murid. Azzura juga membatasi interaksinya dengan lelaki, bahkan dengan Virgo yang sudah bersahabat dengannya dari SD.

Gavril sebenarnya juga tak membatasi pergaulan Azzura, tapi dia mewanti-wanti gadisnya agar tak salah pilih teman. Karena terkadang, ada seorang teman yang hanya ingin melihat kita sengsara. Bukan mendukung kita dalam segala hal, bahkan bisa saja mereka bertepuk tangan saat kita terpuruk.

"Ini, Zura." Tunjuk Vernandi pada setumpuk buku yang ada di sebrang Azzura.

Azzura mengangguk dan mengambil separuh dari tumpukan buku itu, sedangkan setengahnya lagi dibawa Vernandi. Azzura menunggu gurunya berjalan lebih dulu, dan dia akan mengikuti dari belakang. Seperti guru dan murid biasanya. Di belakang tubuh Vernandi, Azzura menatap punggung kokoh itu dengan bayangan kalau dia sedang berjalan bersama Gavril. Aish, jika di ingat mereka baru berpisah beberapa jam. Tapi Azzura sudah merindukannya lagi. Bucin memang.

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now