Part 24

47.1K 4.9K 267
                                    

Pukul sembilan malam, Azzura masih betah menemani Melisya bermain puzel. Gavril sudah masuk kedalam ruang kerjanya sejak pukul 8 tadi. Azzura adalah tipekal gadis yang suka dengan anak kecil, jadi kalau hanya menemani Melisya bermain. Bukanlah hal yang sulit.

Namun, beberapa kali Azzura melongo dengan cara berpikir Melisya yang sudah dewasa dari usianya. Yang dia pikirkan bukan karena Melisya sudah sangat pintar. Tapi bagaimana didikan seorang Gavril pada anaknya? Apakah sangat keras sampai-sampai Melisya sepintar sekarang.

"Kak Zura beneran mau jadi Mamanya Melisya?" tanya Melisya saat sudah menyelesaikan puzelnya.

Azzura yang tengah merapikan mainan Melisya menghentikan gerakan tangannya. Dia bingung harus menjawab apa, apalagi Gavril juga tak ada disana. Bagaimana kalau sampai dia salah menjawab? Dilihat dari sifat dan karakter Melisya. Anak yang akan berusia lima Tahun tersebut tak mudah di bohongi.

"Memangnya kenapa?" tanya Azzura dengan senyum manis. Melisya menopang dagunya dengan kedua tangan, sikunya bertumpu pada meja belajar Melisya dengan tatapan mata tertuju pada Azzura.

"Daddy itu gak suka kotor, gak suka kalau dibantah, semua omongan Daddy harus dilakukan. Meli takut kalau nanti Kak Azzura takut sama Daddy, Kak Zura juga masih kecil." Jelas Melisya begitu pelan seakan dia takut kalau Gavril sampai mendengar ucapannya.

Azzura mencondongkan tubuhnya ke arah Melisya, dia menarik Melisya kedalam pelukannya. Dengan senang hati Melisya membalas pelukan Azzura. Tangan mungilnya menepuk punggung Azzura pelan.

"Dulu sewaktu Mama masih ada, kalau Mama nangis pasti Daddy giniin Mama, Kak."

Azzura menegang mendengar bisikan Melisya, walaupun dia tahu kalau Melisya tak tahu ucapan tersebut membuat hati Azzura tergores. Tapi tetap saja ada perasaan nyeri di dadanya.

"Mama sama Daddy dulu harmonis, ya Mel?" tanya Azzura menahan sesak di dadanya. Melisya segera melepaskan pelukannya dan menatap Azzura bingung.

"Harmonis itu apa?" tanya Melisya balik.

"Ehm, harmonis itu saling menyayangi gitu." Jawab Azzura ragu-ragu.

"Kalau Mama sakit, Daddy pasti merawat Mama. Tapi kalau Daddy yang sakit Mama malah sibuk sama kerjaanya. Kalau Mama nangis, Daddy akan memeluk Mama sama cium keningnya. Tapi kalau Daddy lagi marah Mama banting pintu sama piring. Itu harmonis gak, Kak?" tanya Melisya polos. Azzura menatap mata bulat Melisya dan menelan ludahnya susah payah.

"Harmonis sih, buktinya kamu ada di dunia ini." Ujar Azzura dengan riang, dia berusaha menghibur dirinya sendiri.

Melisya kembali bermain dengan krayon dan buku gambarnya, sedangkan Azzura berpikir sangat jauh kebelakang. Dimana kehidupan Gavril dan istrinya dulu, bahkan dia membayangkan bagaimana malam-malam yang dilalui Gavril dan Vellin.

"Mel, Daddy sering mencium Mama?"

"Sering, kalau Mama lagi tidur,"

"Mampus kau Azzura, nyari penyakit sendiri. Nyalain api sendiri, tapi juga terbakar sendiri."  Teriak Azzura dalam hati. Dia lumayan kesal dengan dirinya sendiri. 

Azzura mengetuk ujung meja belajar Melisya menggunakan jari telunjuknya, semakin melihat wajah Melisya hatinya semakin tak tenang. Padahal awalnya biasa saja. Apalagi Melisya juga sangat lucu dan menggemaskan.

"Mel, Kak Azzura pulang dulu, ya. Kamu cepet tidur udah jam sembilan lebih." Pamit Azzura sembari berdiri dari duduknya. Dia memutar tubuhnya ke kanan dan kiri karena merasa sangat pegal.

"Gak pamit sama Daddy?"

"Besok aja pamitnya, Kak Zura buru-buru." Jawab Azzura dengan senyum manis. Melisya hanya mengangguk mengiyakan ucapan Azzura.

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now