Part 32

40.5K 5.4K 413
                                    


"Apa!" bentak Azzura yang sudah sangat kesal dengan Nensi. Jika terus di biarkan Nensi pasti akan semena-mena.

"Lo caper banget sama Pak San juga. Dia target lo selanjutnya?" Nensi berdiri didepan Azzura dengan kepala sedikit mendongak. Memang Azzura lebih tinggi dari Nensi. Jadi wajar kalau Nensi harus mendongak tatkala menatap Azzura.

Azzura berdecih, tanpa menjawab apapun dia berjalan meninggalkan Nensi. Saat melewati gadis itu, Azzura dengan sengaja menabrak bahu Nensi lumayan kencang. Dia sedang dalam mood yang buruk saat ini, dan dia tak mau moodnya semakin rusak hanya karena Nensi.

"Gue belum selesai bicara!" Teriak Nensi kesal. Azzura yang sudah berjalan sampai ujung toilet menghentikan langkah kakinya dan menoleh.

"Ngomong sama tembok, gue sama tembok sama-sama bakalan diem. Gak ngurusin orang gila kayak lo." Decih Azzura.

"Lo gak tahu kan apa yang terjadi antara Pak Gavril sama kakak gue? Lo gak tahu, kan?" tanya Nensi kencang. Azzura menghentikan langkah kakinya, dia menarik napasnya panjang.

Dia sebenarnya malas meladeni gadis gila seperti Nensi. Tapi, jika terus didiamkan pasti Nensi akan semakin menggila. Bahkan, Azzura terkadang berpikir kalau Nensi dan keluarganya sebenarnya sudah tak waras dan kehilangan rasa kemanusiaan.

"Tahu ataupun enggak tahu, itu urusan gue sama Om Gavril. Lo yang orang luar, bagai debu dijalanan gak pantas ikut campur urusan orang lain. Om Gavril tahu lo hidup aja enggak, Nen. Ngapain lo ngurusin urusannya?" Ujar Azzura dengan wajah sangat datar. Bibirnya menyunggingkan senyum miring, alisnya naik sebelah dengan ekspresi sangat mengejek.

Nensi mengangguk pelan, dia berjalan mendekati Azzura. Berdiri tepat di depan Azzura dengan senyum tipis.

"Om Gavril udah tidur sama Kakak gue, lo masih mau menerima dia? Dia udah pernah disentuh Kakak gue, Azzura!" Azzura tertawa pelan, dia mengangguk diiringi kekehan pelan sebelum menjawab.

"Jadi? Dia duda loh kalau lo lupa, apa yang dilakuin dia sama Kakak lo gak lebih jauh dari dia sama istrinya dulu. Kenapa gue harus merasa bingung? Lo sama Kakak lo aja kali yang sibuk cari cara buat masuk kedalam hubungan gue. Lo harusnya malu, Nen. Punya Kakak rela menjadi jalang seorang CEO ternama hanya untuk menarik perhatiannya."

"Beda sama gue. Gue gak ngapa-ngapain aja dikejar sama Om Gavril. Ngapain harus pakai cara kotor kayak kakak lo? Lo kira Om Gavril tertarik di suguhi selangkangan Kakak lo. Dia jijik iya, Nensi." Ejek Azzura dengan kekehan pelan. Dia tersenyum miring dan menaikan sebelah alisnya saat merasa menang dari Nensi.

Berapa lama dia diam saja saat Nensi membicarakan hal buruk tentang dirinya? Berapa lama Nensi selalu mencari cara untuk membuat Azzura terjatuh dan dipandang rendah oleh orang lain? Rasanya, Azzura sudah muak dengan menjadi orang lain dari dirinya sendiri.

Berpura-pura diam, kalem dan selalu mengalah. Azzura berprinsip, dia harus bisa seperti singa. Diam, terlihat biasa saja tapi satu kali mengaum dapat membungkam seribu gonggongan seekor anjing.

"Jaga ya omongan lo! Buktinya, Pak Gavril sama Kakak gue udah tidur bareng. Lo mana pernah?" Nensi menunjuk tepat di depan wajah Azzura.

Dengan senyum manis, Azzura menggenggam telunjuk Nensi dan menurunkannya. Dia menunduk sedikit dan menepuk pundak Nensi beberapa kali. 

"Tidur bareng atau menjebak agar terlihat ditiduri? Gue lebih tahu siapa Om Gavril daripada lo, Nen. Pakai cara murahan buat menjerat cowok, fitnah sana-sini, suka cari gara-gara. Hidup lo gak berkah banget deh, Nen."

"Lo kira gue orang yang mudah percaya dan gampang ditindas. Main lo jangan cuma berputar-putar di club, otak lo terlalu sering mabok sampai gila dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu. Atau, bokap lo dulu waktu nurutin ngidamnya nyokap lo pakai uang korupsi? Ups, gue sengaja loh, Nen. Jangan harap gue buta sama konflik keluarga lo dulu. Harta yang lo punya saat ini cuma hasil rebutan, gak usah belagu."

Pelet Cinta Pak Duda (Open PO) Where stories live. Discover now